I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
memiliki potensial akuakultur yang luar biasa, yang berupa daratan yang
membentang dari Sabang sampai Merauke dengan ribuan perairan sungai, danau, dan
rawa di dalamnya. Dengan adanya perairan-perairan tersebut, baik air tawar,
payau, maupun laut, sudah barang tentu menjanjikan sumber penghasilan yang
besar pula. Selain itu dengan adanya sumber perairan yang sangat luas, tentu
saja bisa dikembangkan menjadi salah satu tempat dilaksankannya suatu budidaya.
Menurut Djoko Suseno (2000), di Indonesia pertama kali ikan karper berasal dari
daratan Eropa dan Tiongkok yang kemudian berkembang menjadi ikan budi daya yang
sangat penting. Sementara itu, menurut R.O Ardiwinata, (1981) ikan mas yang
berkembang di Indonesia diduga awalnya berasal dari Tiongkok Selatan.
Disebutkan, budi daya ikan mas diketahui sudah berkembang di daerah Galuh
(Ciamis) Jawa Barat pada pertengahan abad ke-19. Masyarakat setempat disebutkan
sudah menggunakan kakaban - subtrat untuk pelekatan telur ikan karper yang
terbuat dari ijuk – pada tahun 1860, sehingga budi daya ikan karper di kolam di
Galuh disimpulkan sudah berkembang berpuluh-puluh tahun sebelumnya. Potensi
yang terkandung di dalam perairan tidaklah kalah dengan sumberdaya yang
terdapat di daratan. Dengan mempertimbangkan kondisi perairan Indonesia yang
sangat luas, maka perlu adanya campur tangan manusia untuk mengelolanya agar
diperoleh manfaat dan hasil yang maksimal.
Akuakultur
adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan yang
terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Kegiatan budidaya yang
di maksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak, menumbuhkan, serta
meningkatkan mutu biota akuatik sehingga diperoleh suatu keuntungan. Kegiatan budidaya
saat ini menunjukkan prospek yang cerah bagi pembudidayaan. Pembudidayaan
dituntut untuk dapat menghasilkan produk perikanan yang baik. Keberhasilan
budidaya ditentukan oleh kemampuan pembudidayaan untuk mengatur kegiatan
budidayanya, sehingga dapat menghasilkan ikan yang siap untuk dikonsumsi.
1.2 Tujuan dan
Kegunaan
Tujuan
dari praktikum ini diantaranya adalah:
1. Agar dapat mengetahui
teknik-teknik atau cara pembenihan ikan yang baik dan cara membudidayaannya.
2. Untuk membandingkan ilmu atau
pengetahuan yang telah didapatkan di bangku perkuliahan dengan tempat
diadakannya peraktek atau pada masyarakat.
3. Untuk mengenal sarana dan
perasarana dalam pembudidayaan ikan maupun pembenihan ikan.
Kegunaannya
adalah untuk dapat menerapkan cara pembudidayaan ikan yang cepat dan
meningkatkan kualitas dan kuantitas ikan yang dibudidayakan sehingga mempunyai
nilai ekonomis yang tinggi.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Kolam merupakan
lahan yang dibuat untuk menampung air dalam jumlah tertentu sehingga dapat
digunakan untuk pemeliharaan ikan dan atau hewan air lainnya. Berdasarkan
pengertian teknis (Susanto, 1992), kolam merupakan suatu perairan buatan yang
luasnya terbatas dan sengaja dibuat manusia agar mudah dikelola dalam hal
pengaturan air, jenis hewan budidaya dan target produksinya. Kolam selain
sebagai media hidup ikan juga harus dapat berfugsi sebagai sumber makanan alami
bagi ikan, artinya kolam harus berpotensi untuk dapat menumbuhkan makanan
alami.
Luas
kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai contoh
untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila hanya
mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan pelet, maka
untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi saja. Bentuk kolam sebaiknya
persegi panjang dengan dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi
anyaman bamboo bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa dengan paralon dan
dipasang sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik
(Rahman. 1990).
Tempat
pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas kolam pemijahan
tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi
panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan
luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring
kearah pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu
pemasukan bisa dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau
ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama
dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam
pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar
ke daerah yang ada telurnya (Rahman. 1990).
Kolam
dikeringkan agar kondisi kolam terbebas dari hama
dan penyakit, tanpa adanya hama dan penykit ikan dapat tumbuh dengan cepat,
kolam dikeringkan selama 10 hari, selain untuk membunuh hama dan penyakit
pengeringan juga bertujuan untuk mengangin-anginkan celah atau pemukaan kolam,
sehingga menjadi proses oksidasi gas-gas beracun, misalnya asam sulfide.
Setelah dikeringkan selama 2 sampai 3 minggu, kolam diisi air hingga penuh dan
didiamkan selama 2 hari dan kemudian kolam dikeringkan kembali hingga airnya
bersih, dengan demikian, hma, kuman-kuman penyakit, dan racun-racun dapat
terbuang bersama aliran air yang dikeluarkan (Rahmat.
1991).
Pengapuran bertujuan untuk menetralkan
keasaman tanah, dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit. Selama budidaya,
ikan memerlukan kondisi keasaman yang stabil yaitu pada pH 7 - 8. Untuk
mengembalikan keasaman tanah pada kondisi tersebut, dilakukan pengapuran karena
penimbunan dan pembusukan bahan organik selama budidaya sebelumnya menurunkan
pH tanah. Pengapuran juga menyebabkan bakteri dan jamur pembawa penyakit mati
karena sulit dapat hidup pada pH tersebut. Pengapuran dengan kapur tohor,
dolomit atau zeolit dengan dosis 1 TON /ha atau 10 kg/100 m2. br (Rahmat. 1991).
III. METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Pembersihan Kolam tanah dilaksanakan pada hari Sabtu dan minggu, tanggal
2012, pukul 15.30 WITA sampai selesai, bertempat di Pesantren Umushabri dan
kemudian dilanjutkan dengan pembudidayaan ikan lele di bak beton pada tanggal
pukul 10.00 WITA bertempat di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Haluoleo Kendari.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan
yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Akuakultur untuk kolam tanah dapat
dilihat pada tabel 1 berikut :
Tabel
1. Alat dan Bahan beserta Kegunaannya
No.
|
Alat dan Bahan
|
Kegunaaan
|
1.
|
Alat
|
|
-
Cangkul
|
Membersihkan kolam
|
|
-
Sepatu bot
|
Melindungi kaki
|
|
-
Parang/sabit
|
Membabat rumput
|
|
2.
|
Bahan
|
|
-
Aqua
|
Minuman
praktikan
|
a.
Kolam
Tanah
Alat dan bahan
yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Akuakultur untuk bak beton dapat
dilihat pada tabel 2 berikut :
No.
|
Alat dan Bahan
|
Kegunaaan
|
1.
|
Alat
|
|
-
Ember
|
Wadah benih ikan sebelum dipindahkan ke bak beton
|
|
-
Sapu
|
Menyapu kolam
|
|
-
Seser
|
Mengambil benih ikan
|
|
-
Timbangan digital
|
Mengukur berat ikan
|
|
-
Mistar
|
Mengukur panjang ikan
|
|
-
Alat tulis menulis
|
Mencatat hasil pengamatan
|
|
-
Selang
|
Mengalirkan air ke dalam bak beton
|
|
-
Bak
|
Wadah pemeliharaan ikan
|
|
-
Aerator
|
Oksigen tambahan
|
|
-
Pipa
|
Mengalirkan oksigen
|
|
-
Toples
|
Wadah sampel ikan yang diukur
|
|
2.
|
Bahan
|
|
-
ikan lele (Claries gariepinus)
|
Ikan yang
dibudidaya
|
3.3
Metode praktikum
3.2.1
Penyediaan
media
Dalam
membudidayakan ikan dengan menggunakan kolam yang biasanya dilakukan untuk
melakukan budidaya ikan air tawar, harus dilakukan persiapan kolam agar dapat
dipergunakan untuk membudidayakan ikan. Persiapan kolam meliputi pengeringan
kolam, perbaikan pematang, pengolahan dasar kolam, perbaikan saluran pemasukan
dan pengeluaran air, pemupukan dan pengapuran.
3.3.2
penebaran benih
Penebaran
larva atau benih dilakukan pagi hari, saat suhu air rendah, yaitu antara pukul
06.00 – 07.00. Tujuannya agar larva atau benih tidak stress akibat suhu tinggi.
Larva atau benih yang ditebar terlalu siang bisa strees akibat kepanasan. Padat
tebar setiap tahapan pendederan berbeda-beda, tergantung dari ukuran dan umur
benih. Pada pendederan pertama, larva ditebar dengan kepadatan antara 100 – 200
ekor/m2, pendederan kedua 50 – 75 ekor/m2, dan pendederan ketiga 25 – 50
ekor/m2. Agar jumlahnya diketahui, sebelum ditebar larva atau benih dihitung terlebih
dahulu. Cara menghitungnya harus hati-hati, karena kondisi tubuhnya masih lemah
dan mudah terluka.
3.3.3
Pemeliharaan
Pemeliharaan
dilakukan setiap hari untuk melihat keadaan kolam. Waktunya bisa bersamaan
dengan pemberian pakan tambahan. Saat pengontrolan keadaannya harus diamati
dengan cermat, agar setiap kejadian dapat segera ditangani. Bila ada bocoran
pada pematang, segera diperbaiki agar ketinggian air dapat dipertahankan dan
larva atau benih tidak terbawa aurs air. Air yang masuk juga harus diatur
debitnya agar tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, tetapi air debit
air tersebut cukup untuk mempertahankan ketinggian air kolam. Kemudian bila ada
tanda-tanda benih terserang penyakit harus segera diambil tindakan. Benih yang
terserang ditandai dengan gerakannya lamban atau tidak normal, dan tidak napsu
makan. Kemudian bila dilihat lebih dekat atau ditangkap badannya berwarna
pucat.
3.3.4
Panen
Pemanenan
benih dilakukan setelah masa pemeliharaan berakhir. Caranya adalah dengan
mengeringkan air kolam secara perlahan-lahan, yaitu dengan membuka papan monik
satu demi satu. Mula-mula saringan dipasang di depan pintu pengeluaran (monik),
cabut papan monik yang paling atas dan biarkan airnya terbuang hingga mencapai
ketinggian papan di bawahnya. Cabut papan kedua biarkan air terbuang. Sambil
menunggu air kolam surut, benih sedikit demi sedikit ditangkap dengan waring,
dimasukan dalam ember, kemudian ditampung dalam hapa yang dipasang tidak jauh
dari tempat panen. Bila airnya sudah surut lagi, cabut papan ketiga dan berudu
ditangkap lagi sampai habis. Benih yang sudah ditangkap sebaiknya dibiarkan
dalam hapa tersebut selama malam agar kondisinya tubuhnya pulih kembali. Air
yang masuk ke kolam penyimpanan hapa harus bersih agar tidak mengotori air dalam
hapa. Bila kondisi kurang aman sebaiknya benih dipindah ke dalam bak atau hapa
lainnya yang dipasang di tempat yang terjamin keamanannya, misalnya di dalam
ruangan (indoor hatchery). Berikut disajikan data pertumbuhan berudu hasil
pendederan di kolam dalam setiap minggu.
1V. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1
Gambaran umum lokasi
A.
Kolam tanah
Gambar
1. Kolam ummussabri
Kolam
Umushabri berlokasi di Wua-Wua Kota
kendari. Bersampingan dengan pesantren umusabri Kendari. Kolam ini memiliki
ukuran dengan panjang 35 m, lebar kolam 30 m, kedalaman kolam 2-3 m, serta
memiliki tinggi pematang 0,5 m. Kolam tanah ini disebut kolam tadah hujan
karena tidak memiliki pemasukan dan pengeluaran. Sumber air berasal dari air
hujan sehingga sangat bergantung pada curah hujan.
4.2
Teknik operasional
4.2.1
Penyediaan media
Dalam membudidayakan ikan dengan
menggunakan kolam yang biasanya dilakukan untuk melakukan budidaya ikan air
tawar, harus dilakukan persiapan kolam agar dapat dipergunakan untuk membudidayakan
ikan. Persiapan kolam meliputi pengeringan kolam, perbaikan pematang,
pengolahan dasar kolam, perbaikan saluran pemasukan dan pengeluaran air,
pemupukan dan pengapuran.
Untuk
lebih jelasnya akan diuraikan tahapan-tahapan yang harus dilakukan meliputi :
1) Pengolahan dasar kolam budidaya ikan
Pengolahan dasar kolam dilakukan
pada kolam tradisional dan kolam semi intensif dimana dasar kolam berupa tanah.
Pengolahan dasar kolam dilakukan dengan mencangkul dasar kolam sedalam 10 – 20
cm. Tanah tersebut dibalik dan dibiarkan kering sampai 3-5 hari.
Tujuan
pengolahan dasar kolam adalah mempercepat berlangsungnya proses dekomposisi
(penguraian) senyawa-senyawa organik dalam tanah sehingga senyawa senyawa yang
beracun yang terdapat di dasar kolam budidaya ikan akan menguap. Tanah yang
baru dicangkul diratakan. Setelah dasar kolam rata, lalu dibuat saluran
ditengah kolam. Saluran ini disebut kemalir. Kemalir berfungsi untuk memudahkan
pemanenan dan sebagai tempat berlindung benih ikan pada siang hari. Saluran
pemasukan dan pengeluaran air dilengkapi dengan saringan. Tujuannya untuk
menjaga agar tidak ada hama yang masuk ke dalam kolam dan benih ikan budidaya
yang ditebarkan tidak kabur atau keluar kolam.
2)
pemupukan
Pemupukan
tanah dasar kolam bertujuan untuk meningkatkan kesuburan kolam, memperbaiki
struktur tanah dan menghambat peresapan air pada tanah-tanah yang poros serta
menumbuhkan phytoplankton dan zooplankton yang digunakan sebagai pakan alami
benih ikan dalam kolam budidaya ikan. Jenis pupuk yang biasa digunakan adalah
pupuk kandang dan pupuk buatan. Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari
kotoran ternak besar (sapi, kerbau, kuda dan lain-lain) atau kotoran unggas
(ayam, itik dan lain-lain) yang telah dikeringkan.
Pada
praktik lapang yang dilakukan di kolam pesantren ummussabri tidak dilakukan
adanya pemupukan.
3) Pengapuran
Pengapuran dasar kolam sebaiknya
dilakukan setelah pengolahan tanah. Pada saat tanah dibalikkan dan sambil
menunggu kering tanah dasar, penebaran kapur dapat dilakukan. Pengapuran
merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kestabilan keasaman (pH) tanah
dan air, sekaligus memberantas hama penyakit dalam kolam budidaya ikan. Jenis
kapur yang digunakan untuk pengapuran kolam ada beberapa macam diantaranya
adalah kapur pertanian, yaitu kapur carbonat : CaCO3 atau [CaMg(CO3)]2, dan
kapur tohor / kapur aktif (CaO).
Kolam yang telah
dikeringkan, dikapur dan di pupuk tersebut lalu diairi agar pakan alami di
kolam tersebut tumbuh dengan subur. Pengairan ini harus dilakukan minimal 4 –7
hari sebelum larva/benih ikan di tebar ke dalam kolam pemeliharaan budidaya
ikan agar pakan alami tumbuh dengan sempurna. Ketinggian air di kolam ikan ini
bergantung pada jenis kolam, untuk kolam pemijahan ketinggian air 0,75-1,00 m,
kolam pemeliharaan 1-1,25 m. Seperti halnya pemupukan pada praktik lapang tidak
dilakukan adanya pengapuran.
4) Pengisian
air
Kolam yang telah
dikeringkan, dikapur dan di pupuk tersebut lalu diairi agar pakan alami di
kolam tersebut tumbuh dengan subur. Pengairan ini harus dilakukan minimal 4 –7
hari sebelum larva/benih ikan di tebar ke dalam kolam pemeliharaan budidaya
ikan agar pakan alami tumbuh dengan sempurna. Ketinggian air di kolam ikan ini
bergantung pada jenis kolam, untuk kolam pemijahan ketinggian air 0,75-1,00 m,
kolam pemeliharaan 1-1,25 m. Pada praktek lapang tidak dilakukan pengisian air.
Air yang diperoleh berasal dari air hujan.
B.
Bak beton
Gambar 2. Bak beton pembesaran benih
ikan lele
Persiapan
kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak
dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena
parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.
Lele
merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin.
Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di
sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang
air.
Ikan
lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari.
Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap.
Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ikan lele banyak ditemukan di
benua Afrika dan Asia. Dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan
Indonesia. Di Thailand produksi ikan lele ± 970 kg/100m2/tahun. Di
India (daerah Asam) produksinya rata-rata tiap 7 bulan mencapai 1200 kg/Ha.
Klasifikasi ikan lele yaitu :
Kingdom :
Animalia
Sub-kingdom
: Metazoa
Phyllum :
Chordata
Sub-phyllum
: Vertebrata
Klas :
Pisces
Sub-klas :
Teleostei
Ordo :
Ostariophysi
Sub-ordo :
Siluroidea
Familia :
Clariidae
Genus :
Clarias
Gambar
3. Ikan lele
4.2.2
Penebaran benih
Sebelum benih ditebarkan sebaiknya
benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium
permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin
dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit. Penebaran benih sebaiknya
dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas.
|
|
Sebelum
ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu)
dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut
benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari
kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini
berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana
wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 25-35
ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.
Pada
pengukuran I ikan lele besar memiliki panjang 1,1 gram dengan panjang 5 cm.
Sedangkan pada ikan lele kecil memiliki panjang 0,1 gram dengan panjang 2,8 cm.
Pada pengukuran ke 2 ikan lele besar bertambah besar dengan berat 4,4 gram
dengan panjang 10,5 cm. Sedangkan pada ikan lele kecil mempunyai berat 4,0 gram
dengan panjang 6,5 cm. Pada pengukuran ke 3 ikan lele besar mempunyai berat
17,6 – 11,8 gram dengan panjang 14 – 12 cm. Sedangkan pada ikan kecil mempunyai
berat 6,4 – 5,8 gram dengan panjang ukuran 9,5 – 9 cm.
4.2.3 Pemeliharaan
Selain
makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan
tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari
dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya
3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari
campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran
dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1
campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.
Makanan alamiah yang berupa larva, cacing-cacing, dan
serangga air. Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein juga
menyukai kotoran yang berasal dari kakus.
Cara
pemberian pakan:
- Pellet mulai dikenalkan pada ikan lele saat umur 6
minggu dan diberikan pada ikan lele 10-15 menit sebelum pemberian makanan yang
berbentuk tepung.
- Pada minggu 7 dan seterusnya sudah dapat langsung
diberi makanan yang berbentuk pellet.
- Hindarkan
pemberian pakan pada saat terik matahari, karena suhu tinggi dapat mengurangi
nafsu makan lele.
4.2.4
Pemanenan
Ikan lele akan mencapai ukuran
konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250
gram per ekor dengan panjang 15 - 20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara
menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan,
sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain
penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu
diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan
masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau
diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa
ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk
diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan.
|
Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan
dengan menggunakan ember, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas
lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Praktikum
pembesaran ikan lele yang dilakukan telah membantu kita untuk mengetahui tata
cara dari pembesaran lele yang dimulai dari penyiapan wadah, penebaran,
pemeliharaan, hingga pemanenan. Dalam proses pemanenan, kita telah mengetahui
tata cara menyortir ikan lele mulai dari yang berukuran kecil sampai yang
berukuran besar.
5.2 Saran
Pelaksanaan
pembesaran ikan lele kali ini telah dilaksanakan dengan baik. Untuk pelaksanaan
kegiatan pembesaran kedepannya, hendaknya
mempunyai jadwal yang pasti mengenai pemberian pakan, sampling, dan
pemanenan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar