Kamis, 07 Juni 2012


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki potensial akuakultur yang luar biasa, yang berupa daratan yang membentang dari Sabang sampai Merauke dengan ribuan perairan sungai, danau, dan rawa di dalamnya. Dengan adanya perairan-perairan tersebut, baik air tawar, payau, maupun laut, sudah barang tentu menjanjikan sumber penghasilan yang besar pula. Selain itu dengan adanya sumber perairan yang sangat luas, tentu saja bisa dikembangkan menjadi salah satu tempat dilaksankannya suatu budidaya. Menurut Djoko Suseno (2000), di Indonesia pertama kali ikan karper berasal dari daratan Eropa dan Tiongkok yang kemudian berkembang menjadi ikan budi daya yang sangat penting. Sementara itu, menurut R.O Ardiwinata, (1981) ikan mas yang berkembang di Indonesia diduga awalnya berasal dari Tiongkok Selatan. Disebutkan, budi daya ikan mas diketahui sudah berkembang di daerah Galuh (Ciamis) Jawa Barat pada pertengahan abad ke-19. Masyarakat setempat disebutkan sudah menggunakan kakaban - subtrat untuk pelekatan telur ikan karper yang terbuat dari ijuk – pada tahun 1860, sehingga budi daya ikan karper di kolam di Galuh disimpulkan sudah berkembang berpuluh-puluh tahun sebelumnya. Potensi yang terkandung di dalam perairan tidaklah kalah dengan sumberdaya yang terdapat di daratan. Dengan mempertimbangkan kondisi perairan Indonesia yang sangat luas, maka perlu adanya campur tangan manusia untuk mengelolanya agar diperoleh manfaat dan hasil yang maksimal.
Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan yang terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Kegiatan budidaya yang di maksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak, menumbuhkan, serta meningkatkan mutu biota akuatik sehingga diperoleh suatu keuntungan. Kegiatan budidaya saat ini menunjukkan prospek yang cerah bagi pembudidayaan. Pembudidayaan dituntut untuk dapat menghasilkan produk perikanan yang baik. Keberhasilan budidaya ditentukan oleh kemampuan pembudidayaan untuk mengatur kegiatan budidayanya, sehingga dapat menghasilkan ikan yang siap untuk dikonsumsi.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini diantaranya adalah:
1. Agar dapat mengetahui teknik-teknik atau cara pembenihan ikan yang baik dan cara membudidayaannya.
2. Untuk membandingkan ilmu atau pengetahuan yang telah didapatkan di bangku perkuliahan dengan tempat diadakannya peraktek atau pada masyarakat.
3. Untuk mengenal sarana dan perasarana dalam pembudidayaan ikan maupun pembenihan ikan.
Kegunaannya adalah untuk dapat menerapkan cara pembudidayaan ikan yang cepat dan meningkatkan kualitas dan kuantitas ikan yang dibudidayakan sehingga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.


II. TINJAUAN PUSTAKA
Kolam merupakan lahan yang dibuat untuk menampung air dalam jumlah tertentu sehingga dapat digunakan untuk pemeliharaan ikan dan atau hewan air lainnya. Berdasarkan pengertian teknis (Susanto, 1992), kolam merupakan suatu perairan buatan yang luasnya terbatas dan sengaja dibuat manusia agar mudah dikelola dalam hal pengaturan air, jenis hewan budidaya dan target produksinya. Kolam selain sebagai media hidup ikan juga harus dapat berfugsi sebagai sumber makanan alami bagi ikan, artinya kolam harus berpotensi untuk dapat menumbuhkan makanan alami.
Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bamboo bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik (Rahman. 1990).
Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya (Rahman. 1990).
Kolam dikeringkan agar kondisi kolam terbebas dari hama dan penyakit, tanpa adanya hama dan penykit ikan dapat tumbuh dengan cepat, kolam dikeringkan selama 10 hari, selain untuk membunuh hama dan penyakit pengeringan juga bertujuan untuk mengangin-anginkan celah atau pemukaan kolam, sehingga menjadi proses oksidasi gas-gas beracun, misalnya asam sulfide. Setelah dikeringkan selama 2 sampai 3 minggu, kolam diisi air hingga penuh dan didiamkan selama 2 hari dan kemudian kolam dikeringkan kembali hingga airnya bersih, dengan demikian, hma, kuman-kuman penyakit, dan racun-racun dapat terbuang bersama aliran air yang dikeluarkan (Rahmat. 1991).
Pengapuran bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah, dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit. Selama budidaya, ikan memerlukan kondisi keasaman yang stabil yaitu pada pH 7 - 8. Untuk mengembalikan keasaman tanah pada kondisi tersebut, dilakukan pengapuran karena penimbunan dan pembusukan bahan organik selama budidaya sebelumnya menurunkan pH tanah. Pengapuran juga menyebabkan bakteri dan jamur pembawa penyakit mati karena sulit dapat hidup pada pH tersebut. Pengapuran dengan kapur tohor, dolomit atau zeolit dengan dosis 1 TON /ha atau 10 kg/100 m2. br (Rahmat. 1991).
III. METODE PRAKTIKUM
3.1   Waktu dan Tempat
  Pembersihan Kolam tanah dilaksanakan pada hari Sabtu dan minggu, tanggal 2012, pukul 15.30 WITA sampai selesai, bertempat di Pesantren Umushabri dan kemudian dilanjutkan dengan pembudidayaan ikan lele di bak beton pada tanggal pukul 10.00 WITA bertempat di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.
3.2  Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Akuakultur untuk kolam tanah dapat dilihat  pada tabel 1 berikut :
Tabel 1.  Alat dan Bahan beserta Kegunaannya
No.
Alat dan Bahan
Kegunaaan
1.
Alat


-          Cangkul
Membersihkan kolam

-          Sepatu bot
Melindungi kaki

-          Parang/sabit
Membabat rumput   
2.
Bahan


-          Aqua
Minuman praktikan
a.   Kolam Tanah
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Akuakultur untuk bak beton dapat dilihat  pada tabel 2 berikut :
No.
Alat dan Bahan
Kegunaaan
1.
Alat


-          Ember
Wadah benih ikan sebelum dipindahkan ke bak beton

-          Sapu
Menyapu kolam

-          Seser
Mengambil benih ikan   

-          Timbangan digital
Mengukur berat ikan

-          Mistar
Mengukur panjang ikan

-          Alat tulis menulis
Mencatat hasil pengamatan

-          Selang
Mengalirkan air ke dalam bak beton

-          Bak
Wadah pemeliharaan ikan

-          Aerator
Oksigen tambahan

-          Pipa
Mengalirkan oksigen

-          Toples
Wadah sampel ikan yang diukur
2.
Bahan


-          ikan lele (Claries gariepinus)
Ikan yang dibudidaya

3.3 Metode praktikum
3.2.1        Penyediaan media
Dalam membudidayakan ikan dengan menggunakan kolam yang biasanya dilakukan untuk melakukan budidaya ikan air tawar, harus dilakukan persiapan kolam agar dapat dipergunakan untuk membudidayakan ikan. Persiapan kolam meliputi pengeringan kolam, perbaikan pematang, pengolahan dasar kolam, perbaikan saluran pemasukan dan pengeluaran air, pemupukan dan pengapuran.
3.3.2 penebaran benih
Penebaran larva atau benih dilakukan pagi hari, saat suhu air rendah, yaitu antara pukul 06.00 – 07.00. Tujuannya agar larva atau benih tidak stress akibat suhu tinggi. Larva atau benih yang ditebar terlalu siang bisa strees akibat kepanasan. Padat tebar setiap tahapan pendederan berbeda-beda, tergantung dari ukuran dan umur benih. Pada pendederan pertama, larva ditebar dengan kepadatan antara 100 – 200 ekor/m2, pendederan kedua 50 – 75 ekor/m2, dan pendederan ketiga 25 – 50 ekor/m2. Agar jumlahnya diketahui, sebelum ditebar larva atau benih dihitung terlebih dahulu. Cara menghitungnya harus hati-hati, karena kondisi tubuhnya masih lemah dan mudah terluka.
3.3.3 Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan setiap hari untuk melihat keadaan kolam. Waktunya bisa bersamaan dengan pemberian pakan tambahan. Saat pengontrolan keadaannya harus diamati dengan cermat, agar setiap kejadian dapat segera ditangani. Bila ada bocoran pada pematang, segera diperbaiki agar ketinggian air dapat dipertahankan dan larva atau benih tidak terbawa aurs air. Air yang masuk juga harus diatur debitnya agar tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, tetapi air debit air tersebut cukup untuk mempertahankan ketinggian air kolam. Kemudian bila ada tanda-tanda benih terserang penyakit harus segera diambil tindakan. Benih yang terserang ditandai dengan gerakannya lamban atau tidak normal, dan tidak napsu makan. Kemudian bila dilihat lebih dekat atau ditangkap badannya berwarna pucat.
3.3.4 Panen
Pemanenan benih dilakukan setelah masa pemeliharaan berakhir. Caranya adalah dengan mengeringkan air kolam secara perlahan-lahan, yaitu dengan membuka papan monik satu demi satu. Mula-mula saringan dipasang di depan pintu pengeluaran (monik), cabut papan monik yang paling atas dan biarkan airnya terbuang hingga mencapai ketinggian papan di bawahnya. Cabut papan kedua biarkan air terbuang. Sambil menunggu air kolam surut, benih sedikit demi sedikit ditangkap dengan waring, dimasukan dalam ember, kemudian ditampung dalam hapa yang dipasang tidak jauh dari tempat panen. Bila airnya sudah surut lagi, cabut papan ketiga dan berudu ditangkap lagi sampai habis. Benih yang sudah ditangkap sebaiknya dibiarkan dalam hapa tersebut selama malam agar kondisinya tubuhnya pulih kembali. Air yang masuk ke kolam penyimpanan hapa harus bersih agar tidak mengotori air dalam hapa. Bila kondisi kurang aman sebaiknya benih dipindah ke dalam bak atau hapa lainnya yang dipasang di tempat yang terjamin keamanannya, misalnya di dalam ruangan (indoor hatchery). Berikut disajikan data pertumbuhan berudu hasil pendederan di kolam dalam setiap minggu.
















1V.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran umum lokasi
A. Kolam tanah
Gambar 1. Kolam ummussabri
Kolam Umushabri  berlokasi di Wua-Wua Kota kendari. Bersampingan dengan pesantren umusabri Kendari. Kolam ini memiliki ukuran dengan panjang 35 m, lebar kolam 30 m, kedalaman kolam 2-3 m, serta memiliki tinggi pematang 0,5 m. Kolam tanah ini disebut kolam tadah hujan karena tidak memiliki pemasukan dan pengeluaran. Sumber air berasal dari air hujan sehingga sangat bergantung pada curah hujan.





4.2 Teknik operasional
4.2.1 Penyediaan media
Dalam membudidayakan ikan dengan menggunakan kolam yang biasanya dilakukan untuk melakukan budidaya ikan air tawar, harus dilakukan persiapan kolam agar dapat dipergunakan untuk membudidayakan ikan. Persiapan kolam meliputi pengeringan kolam, perbaikan pematang, pengolahan dasar kolam, perbaikan saluran pemasukan dan pengeluaran air, pemupukan dan pengapuran.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan tahapan-tahapan yang harus dilakukan meliputi :
1)   Pengolahan dasar kolam budidaya ikan
Pengolahan dasar kolam dilakukan pada kolam tradisional dan kolam semi intensif dimana dasar kolam berupa tanah. Pengolahan dasar kolam dilakukan dengan mencangkul dasar kolam sedalam 10 – 20 cm. Tanah tersebut dibalik dan dibiarkan kering sampai 3-5 hari.
            Tujuan pengolahan dasar kolam adalah mempercepat berlangsungnya proses dekomposisi (penguraian) senyawa-senyawa organik dalam tanah sehingga senyawa senyawa yang beracun yang terdapat di dasar kolam budidaya ikan akan menguap. Tanah yang baru dicangkul diratakan. Setelah dasar kolam rata, lalu dibuat saluran ditengah kolam. Saluran ini disebut kemalir. Kemalir berfungsi untuk memudahkan pemanenan dan sebagai tempat berlindung benih ikan pada siang hari. Saluran pemasukan dan pengeluaran air dilengkapi dengan saringan. Tujuannya untuk menjaga agar tidak ada hama yang masuk ke dalam kolam dan benih ikan budidaya yang ditebarkan tidak kabur atau keluar kolam.
2)   pemupukan
Pemupukan tanah dasar kolam bertujuan untuk meningkatkan kesuburan kolam, memperbaiki struktur tanah dan menghambat peresapan air pada tanah-tanah yang poros serta menumbuhkan phytoplankton dan zooplankton yang digunakan sebagai pakan alami benih ikan dalam kolam budidaya ikan. Jenis pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang dan pupuk buatan. Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran ternak besar (sapi, kerbau, kuda dan lain-lain) atau kotoran unggas (ayam, itik dan lain-lain) yang telah dikeringkan.
Pada praktik lapang yang dilakukan di kolam pesantren ummussabri tidak dilakukan adanya pemupukan.
3)   Pengapuran
Pengapuran dasar kolam sebaiknya dilakukan setelah pengolahan tanah. Pada saat tanah dibalikkan dan sambil menunggu kering tanah dasar, penebaran kapur dapat dilakukan. Pengapuran merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kestabilan keasaman (pH) tanah dan air, sekaligus memberantas hama penyakit dalam kolam budidaya ikan. Jenis kapur yang digunakan untuk pengapuran kolam ada beberapa macam diantaranya adalah kapur pertanian, yaitu kapur carbonat : CaCO3 atau [CaMg(CO3)]2, dan kapur tohor / kapur aktif (CaO).
Kolam yang telah dikeringkan, dikapur dan di pupuk tersebut lalu diairi agar pakan alami di kolam tersebut tumbuh dengan subur. Pengairan ini harus dilakukan minimal 4 –7 hari sebelum larva/benih ikan di tebar ke dalam kolam pemeliharaan budidaya ikan agar pakan alami tumbuh dengan sempurna. Ketinggian air di kolam ikan ini bergantung pada jenis kolam, untuk kolam pemijahan ketinggian air 0,75-1,00 m, kolam pemeliharaan 1-1,25 m. Seperti halnya pemupukan pada praktik lapang tidak dilakukan adanya pengapuran.
4)   Pengisian air
Kolam yang telah dikeringkan, dikapur dan di pupuk tersebut lalu diairi agar pakan alami di kolam tersebut tumbuh dengan subur. Pengairan ini harus dilakukan minimal 4 –7 hari sebelum larva/benih ikan di tebar ke dalam kolam pemeliharaan budidaya ikan agar pakan alami tumbuh dengan sempurna. Ketinggian air di kolam ikan ini bergantung pada jenis kolam, untuk kolam pemijahan ketinggian air 0,75-1,00 m, kolam pemeliharaan 1-1,25 m. Pada praktek lapang tidak dilakukan pengisian air. Air yang diperoleh berasal dari air hujan.
B. Bak beton
Gambar 2. Bak beton pembesaran benih ikan lele
Persiapan kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Di Thailand produksi ikan lele ± 970 kg/100m2/tahun. Di India (daerah Asam) produksinya rata-rata tiap 7 bulan mencapai 1200 kg/Ha.
Klasifikasi ikan lele yaitu :
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
       Genus : Clarias

Gambar 3. Ikan lele
4.2.2 Penebaran benih
Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.   Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas.



Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 25-35 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.
Pada pengukuran I ikan lele besar memiliki panjang 1,1 gram dengan panjang 5 cm. Sedangkan pada ikan lele kecil memiliki panjang 0,1 gram dengan panjang 2,8 cm. Pada pengukuran ke 2 ikan lele besar bertambah besar dengan berat 4,4 gram dengan panjang 10,5 cm. Sedangkan pada ikan lele kecil mempunyai berat 4,0 gram dengan panjang 6,5 cm. Pada pengukuran ke 3 ikan lele besar mempunyai berat 17,6 – 11,8 gram dengan panjang 14 – 12 cm. Sedangkan pada ikan kecil mempunyai berat 6,4 – 5,8 gram dengan panjang ukuran 9,5 – 9 cm.
4.2.3 Pemeliharaan
Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.
Makanan alamiah yang berupa larva, cacing-cacing, dan serangga air. Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein juga menyukai kotoran yang berasal dari kakus.
 Cara pemberian pakan:
- Pellet mulai dikenalkan pada ikan lele saat umur 6 minggu dan diberikan pada ikan lele 10-15 menit sebelum pemberian makanan yang berbentuk tepung.
- Pada minggu 7 dan seterusnya sudah dapat langsung diberi makanan yang berbentuk pellet.
- Hindarkan pemberian pakan pada saat terik matahari, karena suhu tinggi dapat mengurangi nafsu makan lele.
4.2.4 Pemanenan
Ikan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15 - 20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan.
Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan ember, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit.






V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Praktikum pembesaran ikan lele yang dilakukan telah membantu kita untuk mengetahui tata cara dari pembesaran lele yang dimulai dari penyiapan wadah, penebaran, pemeliharaan, hingga pemanenan. Dalam proses pemanenan, kita telah mengetahui tata cara menyortir ikan lele mulai dari yang berukuran kecil sampai yang berukuran besar.
5.2 Saran
Pelaksanaan pembesaran ikan lele kali ini telah dilaksanakan dengan baik. Untuk pelaksanaan kegiatan pembesaran kedepannya, hendaknya  mempunyai jadwal yang pasti mengenai pemberian pakan, sampling, dan pemanenan.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar