Jumat, 22 November 2013

Laporan Pencemaran


                                                                                                                                               I.              PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pencemaran merupakan masuknya bahan – bahan yang bersifat tercemar oleh aktivitas manusia sehingga mengganggu konsentrasi lingkungan di suatu sistem yang berada disuatu perairan beserta kehidupan di dalamnya atau dengan kata lain tidak sesuai lagi dengan tujuan pemanfaat suatu perairan tersebut.
Salah satu masalah lingkungan hidup yang cukup penting untuk diperhatikan adalah tentang pencemaran perairan. Sampai saat ini perhatian dan tindakan nyata terhadap pemecahan masalah mengenai pencemaran perairan belum menunjukkan hasil yang signifikan. Sehingga perlu adanya kontrol untuk mengendalikan pencemaran perairan tersebut. Salah satu hal yang dapat dilakukan ialah dengan menghitung berbagai parameter penting perairan yang mengindikasikan suatu perairan tercemar atau tidak. Peremeter penting tersebut seperti DO (Dissolved Oxygen), TSS (Total Suspensed Solid) dan BOD520 (Biochemical Oxygen Demand). Hal ini menjadi riskan mengingat banyaknya proses yang terjadi di dalam perairan yang melibatkan ketiga parameter tersebut sehingga sangat penting untuk keberlanjutan suatu ekosistem yang nantinya berujung terhadap kesejateraan manusia itu sendiri.
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah jumlah oksigen yang ada dalam kolom air. Dalam lingkungan perairan level oksigen terlarut dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, dan ketinggian. Oksigen terlarut (DO) sangat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi.
Dalam pengukuran DO dilakukan dua metode yaitu metode titrasi dan metode elektrokimia dimana kedua-duanya dapat menghitung jumlah DO di suatu perairan yang apabila nilai DO kecil maka dapat dipastikan suatu perairan tersebut menjadi tercemar (Saeful, 2010).
TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam limbah setelah mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron (Marganof, 2007). Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui ke kuatan pencemaran air limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air (BAPPEDA, 1997 dalam Rahmawati dan Azizah, 2005).
BOD5 merupakan suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologis yang benar - benar terjadi dalam air. Pemeriksaan BOD520 diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (Alerts dan Santika, 1987 dalam Rahmawati dan Azizah, 2005).
BOD5 diukur dengan mengurangkan hasil dari DO awal dengan DO akhir sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari. Dari hasil tersebut dapat terlihat berapa besar oksigen yang dipakai oleh mikroorganisme untuk melakukan penguraian.
Oleh karena itu, praktikum pengukuran DO, BOD5, dan TSS sangat diperlukan untuk melihat seberapa besar pencemaran yang terjadi pada suatu perairan.

B.       Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengukur dan melihat secara langsung seberapa besar pencemaran diperairan Asrama Dayung dengan mengukur kadar oksigen terlarut (DO), Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD5) dan Total Padatan Tersuspensi (TSS).
 Manfaat dari praktikum ini yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai Oksigen Terlarut (DO), Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD5).
 
                                                                                                                                  II.              TINJAUAN PUSTAKA
A.      DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Salmin, 2005).
Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya (Ulqodry, dkk., 2010).
Parameter kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut (DO) menurut (Schmitz, 1971 dalam Alfan, 2000) sebagai berikut :
Tabel 1.  Tingkat Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen Terlarut (mg/l)
Kategori Kualitas Lingkungan Perairan
> 8
6
4
2
< 2
Sangat baik
Baik
Kritis
Buruk
Sangat buruk

Perubahan nilai konsentrasi oksigen yang berperan sebagai indikator kualitas perairan dapat terjadi sebagai akibat berlimpahnya senyawa-senyawa kimia baik yang bersifat polutan maupun bukan polutan. Limbah yang mengalir ke dalam perairan laut pada umumnya kaya akan bahan organik, berasal dari bermacam sumber seperti limbah rumah tangga, pengolahan makanan dan bermacam industri kimia lainnya (Susana, 2009).
Selain itu, oksigen juga menentukan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga (Simanjuntak, 2007).

B.       TSS (Total Suspensed Solid)
Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air (Marganof, 2007).
Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan (Hasriyani dan Herman, 2010).
Menurut Canter dan Hill (1981) dalam Vitner (2001), terdapat hubungan antara indeks kualitas air dengan kandungan padatan tersuspensi. Kandungan muatan padatan tersuspensi dan kategori air terlihat dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Konsentrasi padatan tersuspensi dan kategori kualitas lingkungan perairan  
  (Canter dan Hill, 1981 dalam Vitner, 2001).
Konsentrasi Padatan Tersuspensi (mg/l)
Kategori Kualitas Lingkungan Perairan
< 4
Sangat Baik
4 – 10
Baik
10 – 15
Sedang
15 – 20
Kurang Baik
20 – 35
Tidak Baik

Penentuan total padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan (Rahmawati dan Azizah, 2005).
Menurut Stone dan Droppo (1994) dalam Packman (2001), padatan tersuspensi mungkin bertindak sebagai mekanisme transportasi utama untuk polutan dan nutrisi dalam aliran melalui flokulasi, adsorpsi, dan tindakan koloid. Contoh efek pada ikan termasuk mengurangi pemijahan habitat, membatasi kemampuan untuk menemukan makanan, peningkatan kerentanan terhadap predator dan meningkatkan abrasi insang.
TSS dapat diukur secara langsung atau tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan menentukan konsentrasi TSS umumnya dilakukan menyaring secara cepat sampel air. Air disaring kemudian dikeringkan dan ditimbang mengikuti dua metode standar umum, yaitu American Public Health Association (1998) dan American Society untuk Pengujian dan Material (2000). Namun, kedua APHA dan standar ASTM metode memakan waktu dan memerlukan sebagian besar volume suspensi terutama ketika konsentrasi padatan tersuspensi rendah (Ginting dan Mamo, 2006; Daphne, et al., 2011).

C.      BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
BOD5 merupakan  merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologi dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik (Marganof, 2007).
            Hal ini disebabkan BOD5 dapat menggambarkan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis, yaitu jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan atau mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Nilai BOD5 yang tinggi menunjukkan semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi menggunakan sejumlah oksigen di perairan (Rahmawati dan Azizah, 2005).
            Lee et al. (1978) dalam Nurullita dan Mifbakhuddin (2011) menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD5-nya, seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Status kualitas air berdasarkan nilai BOD520 (Lee et al., 1978 dalam                 Nurullita dan Mifbakhuddin (2011))
No.
Nilai BOD520 (ppm)
Status Kualitas Air
1.
≤ 2,9
Tidak Tercemar
2.
3,0 – 5,0
Tercemar Ringan
3.
5,1 – 14,9
Tercemar Sedang
4.
≥ 15
Tercemar Berat
           
Pemeriksaan parameter BOD5 didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD5 berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 28 °C (Kale and Mehrotra, 2009).
Pengukuran akurat dari BOD5 memerlukan penentuan yang akurat DO. Permintaan biokimia oksigen mewakili jumlah oksigen dikonsumsi oleh bakteri dan mikroorganisme lainnya sementara bakteri dan mikroorganisme lainnya melakukan pembusukan bahan organik di bawah aerobik pada kondisi suhu yang ditentukan (Delzer and McKenzie, 2005).


                                                                                                                            III.              METODE PRAKTIKUM
A.      Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan di dua tempat. Pengambilan sampel dilakukan di Teluk Kendari khusunya di Asrama Dayung, pada hari Minggu, 10 Maret 2013 Pukul 10.21 Wita – selesai.
Analisis sampel dilakukan di lakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada hari Minggu, 10 Maret 2013, Pukul 10.30 Wita  pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan DO awal dan TSS dan pada hari Jum’at, 15 Maret 2013 Pukul 14.00 – 15.30 Wita pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan BOD5

B.       Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pengukuran DO, TSS, dan BOD5 dapat dilihat pada Tabel 4.
Table 4. Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Melakukan Pengukuran DO,  TSS, dan. BOD5
No.
Alat dan Bahan
Satuan
Kegunaan
1.
Alat



-             Botol Sampel DO
-             Botol Sampel BOD5
-             Botol Sampel TSS
-             Pipet Volume
-             Gelas Ukur
-             Labu Erlenmeyer
-             Pipet Tetes
-             Alat Tulis Menulis
-             Tabung Reaksi
-             Buret
-             Cawan Petri
-             Lemari Pendingin
-             Oven
-             Desikator
Buah
Buah
Buah
ml
ml
ml
ml
Buah
ml
ml
ml
-
-
-
Menyimpan sampel DO
Menyimpan sampel BOD5
Menyimpan Sampel TSS
Mengukur volume larutan kimia
Mengukur volume air sampel
Tempat mentitrasi sampel
Meneteskan larutan
Menulis hasil pengamatan
Menyimpan sampel
Tempat larutan titrasi
Tempat Penyaringan
Tempat penyimpanan residu
Mengeringkan kertas saring + residu
Menyimpan zat supaya tetap kering
2.
Bahan
-             Larutan Mangan sulfat (MnSO4)
-             Natrium Acida

-             Larutan Asam Sulfat Pekat (H2SO4)
-             Larutan Kanji (Amilum)
-             Air Aquades
-             Larutan Natrium Teoulfat (Na2S2O3)
-             Kertas Label
-             Lakban
-             Kertas Saring

-

-

-

-

-
-

-
-
-

Mengikat oksigen

Membentuk endapan cokelat dan melepas sianida.
Melarutkan endapan coklat dan indikator suasana asam
Sebagai indikator

Membersihkan alat-alat kimia
Sebagai larutan titrasi

Memberi nama pada sampel
Menutup botol sampel BOD5
Menyaring larutan TSS

C.      Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:
1.        Oksigen Terlarut (DO)
Lapangan:
-       Mengambil sampel air laut dengan cara menurunkan botol terang pelan-pelan secara vertikal ke dalam permukaan air sampai seluruhnya berada di bawah permukaan air.
-       Membuka tutup botol di dalam air. Setelah air terisi penuh, botol ditutup di dalam air kemudian diangkat dari permukaan air.
-       Mengecek isi botol tidak terdapat gelembung. Jika terdapat gelembung, pengambilan sampel diulang kembali.
-       Memberi label pada botol sampel DO
Laboratorium:
-       Menambahkan 2 ml larutan MnSO4 kemudian dikocok.
-       Menambahkan 2 ml larutan natrium acida, kemudian mengocok botol tersebut beberapa kali.
-       Membiarkan gumpalan mengendap selama 10 menit.
-       Menambahkan 2 ml larutan H2SO4 pekat lalu dikocok agar homogen.
-       Menuangkan 50 ml larutan tersebut ke dalam labu erlenmeyer.
-       Menambahkan 1-2 tetes larutan kanji (Amilum) hingga larutan berwarna biru tua.
-             Melakukan titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga larutan berwarna bening.
-             Mencatat volume larutan Na2S2O3 yang digunakan dalam mentitrasi larutan.
2.        Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Lapangan :
-       Mengambil sampel air kemudian memasukkannya ke dalam botol sampel didalam perairan (syarat : volume botol sampel > 250 ml).
-        Memberi label pada botol TSS.
Laboratorium :
-       Menyiapkan gelas ukur 100 ml beserta corong dan kertas saring yang sudah diketahui bobotnya.
-       Mengambil  sampel air sebanyak 100 ml.
-       Menyaring air dengan menggunakan kertas saring dalam gelas ukur.
-       Membiarkan air tersaring dan meninggalkan endapan.
-       Menyimpan kertas saring dan cawan yang terisi sampel air, kemudian dikeringkan dalam oven.
-       Menimbang cawan dan kertas saring yang telah dikeringkan oven.
-       Mencatat hasil pengamatan.
3.        Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Lapangan:
-       Mengambil sampel air sungai dengan cara menurunkan botol gelap pelan-pelan secara vertikal ke dalam permukaan air sampai seluruhnya berada di bawah permukaan air.
-       Membuka tutup botol di dalam air. Setelah air terisi penuh, botol ditutup di dalam air kemudian diangkat dari permukaan air lalu di rekatkan dengan lakban ke semua bagian botol sampel.
-       Menginkubasi sampel air selama 5 hari.
Laboratorium:
-       Menambahkan 2 ml larutan MnSO4 kemudian dikocok.
-       Menambahkan 2 ml larutan natrium acida, kemudian mengocok botol tersebut beberapa kali dan membiarkan gumpalan mengendap selama 10 menit.
-       Menambahkan 2 ml larutan H2SO4 pekat lalu dikocok agar homogen.
-       Menuangkan 50 ml larutan tersebut ke dalam labu erlenmeyer.
-       Menambahkan 1-2 tetes larutan kanji (Amilum) hingga larutan berwarna biru tua.
-       Melakukan titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga larutan berwarna bening.
-       Mencatat volume larutan Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi.
D.      Analisis Data
1.        Oksigen Terlarut (DO)
DO (mg/liter) = F1 x F2 x mili titran x 4
F1 =  N tio  
0,025
F2 =  Vol. sample yang dititrasi x Vol. botol sample
                        Vol. botol sample – 4
2.        Total Padatan Tersuspensi (TSS)
TSS = A – B x 1000
            100

Keterangan :

A = Berat kertas saring + sampel (residu)
B = Berat kertas saring kososng

3.        Biochemical Oxygen Demand (BOD)
BOD520 = DO awal – DO akhir
 
                                                                                                                     IV.              HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan dari DO, TSS dan BOD520 yang diukur dalam praktikum dapat dilihat pada Tabel 5.
Table 5. Hasil Pengukuran DO, TSS dan BOD520.
No.
Parameter
Hasil
1.
2.
3.
Oksigen Terlarut (DO)
Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Biochemical Oxygen Demand (BOD)
7,38432 mg/l
0,843 mol/L
5,33312 mg/l


B.       Pembahasan
1.        Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam air banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik.
     Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, 1968 dalam Salmin, 2005).
Pada pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil DO dengan nilai 7,38432 mg/l. Hal ini mengindikasikan DO di daerah tersebut memiliki kualitas air yang masih baik serta belum terjadi pencemaran secara signifikan dengan demikian kandungan oksigen terlarut masih mampu untuk mendukung kehidupan organisme di daerah perairan tersebut. Ini dapat terlihat masih banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh organisme di daerah itu seperti aktivitas mencari makan maupun proses rekruitmen ikan serta aktivitas fotosintesis masih dapat lakukan oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Hal ini sesuai pernyataan Smith (2002) yang menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut terendah di dalam air terjadi pada pagi hari, di mana proses respirasi oleh mikroorganisme telah mencapai puncaknya. Berbeda pada siang hari, dengan intensitas cahaya matahari yang mencapai maksimal sangat mendukung terjadinya proses fotosintesis oleh organisme nabati. Sehingga persediaan oksigen juga melimpah. Kandungan O2 terlarut yang baik untuk mendukung kehidupan organisme adalah lebih dari 6,5 mg/L.
Menurut Effendi (2003) bahwa kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mg/l mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan bagi hampir semua organisme akuatik.  Sumber oksigen terlarut bisa berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton.
2.        Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Total padatan tersuspensi (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi yang tidak larut dalam air. Bahan-bahan ini baik organik maupun anorganik yang keberadaannya antara lain berbentuk partikel dan tidak larut dalam air (Effendi,2003).
Pada pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil TSS dengan nilai 0,843 mol/L. Hal ini dapat terlihat bahwa TSS didaerah tersebut masih rendah sehingga produktivitas primer dan tingkat kecerahan perairan masih tinggi mengakibatkan laju fotosintesis masih berjalan dengan baik dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas lingkungan perairan masih sangat baik meskipun di daerah pantai banyak terdapat pembuangan sampah massal masyarakat setempat maupun masyarakat yang lewat didaerah tersebut tetapi belum seberapa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasriyani dan Herman (2010) yang menyatakan bahwa masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Kandungan TSS kurang dari 25 mg/l tidak berpengaruh buruk untuk kegiatan perikanan.
            Hubungan antara TSS dan DO sangat erat kaitannya karena apabila dalam suatu perairan TSSnya agak keruh maka DO di daerah tersebut pasti akan kurang sehingga menyulitkan bagi organisme khususnya ikan yang menjadi organisme mayoritas di daerah tersebut untuk melakukan aktivitas seperti bernafas, sistem osmoregulasi, mencari makan, memijah, dan aktivitas lainnya yang masih berhubungan dengan hadirnya TSS da DO diperairan tersebut.
3.        Biologycal Oxygen Demand (BOD)
BOD5 merupakan  merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologi dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik (Marganof, 2007).
Pada pengamatan yang dilakukan didapatkan BOD5 yaitu 5,3312 mg/l. Hal ini dapat memeperlihatkan tingkat pencemaran suatu perairan masih dalam kategori tercemar sedang dimana penyebabnya ialah pencemaran bahan organik di suatu perairan sehingga self furification belum terlaksana dengan baik serta jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan atau mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi karbondioksida dan air menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Huda, dkk. (2012) yang menyatakan bahwa BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologi dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD5-nya.
                                                                                                                        V.              KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis laboratorium, maka ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1.        DO perairan Teluk Kendari khususnya di Asrama Dayung yaitu 7,38432 mg/l sehingga masih dapat dikatakan memiliki kualitas air yang masih baik.
2.        TSS perairan Teluk Kendari khususnya di Asrama Dayung yaitu 0,843 mol/L sehingga dapat dikatakan kualitas lingkungan perairannya masih sangat baik.
3.        BOD520 perairan Teluk Kendari khususnya di Asrama Dayung yaitu 5,33312 mg/l sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat pencemarannya masih dalam kategori tercemar sedang
B.       Saran
Saran yang ingin saya sampaikan pada praktek ini ialah kedepannya mahasiswa dapat mengambil alih kegiatan praktikum sehingga mahasiswa dapat lebih mengetahui cara-cara dalam melakukan seperti mentitrasi dan sebagainya sehingga asisten laboratium hanya mengawasi jalannya kegiatan praktikum tersebut, adapun yang bisa membahayakan keselamatan dapat diambil alih oleh asisten laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA
Daphne, L. H. X., Utomo, H. D., Kenneth, L. Z. H. 2011. Correlation between Turbidity and Total Suspended Solids in Singapore Rivers. Division of Civil Engineering, School of Architecture and the Built Environment, Singapore Polytechnic. Singpore. Journal of Water Sustainability, Volume 1, Issue 3, December 2011, 313–322.
Deelzer, G. C. & McKenzie, S. W. 2005. Five - Day Biochemical Oxygen Demand. U.S Geological Survey TWRI Book 9 Chapter A7.2. USA. pp 31.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Hal 32 - 45
Ginting, D., & Mamo, M. 2006. Measuring Runoff-Suspended Solids using an Im-proved Turbidometer Method. Journal of Environmental Quality, 35(3), 815.
Hasriyani & Hermana, J. 2010. Studi Kinerja Boezem Morokrembangan pada Penurunan Kandungan Total Solid dan Zat Organik sebagai Permanganate Value (PV). Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh November (ITSN). Surabaya. 18 hal.
Huda, C., Salni, dan Melki. 2012. Penapisan Aktivitas Antibakteri dari Bakteri yang Berasosiasi dengan Karang Sarcophyton sp. Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA, Universitas Sriwijaya. Indralaya. Maspari Journal, 2012, 4 (1): 69 – 76.
Kale, M. M. & Mehrotra, I. 2009. Rapid Determination of Biochemical Oxygen Demand. International Journal of Civil and Environmental Engineering 1:1 2009. Pp 15 -22.
Marganof, 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 39 – 47.
Mulyadi, A., Siregar, S. H., Nurachmi, I. 2011. Distribusi Pencemaran di Perairan Muara Sungai Riau, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol.5 No. 2. Universitas Riau:103 – 113.
Nurulita, U dan Mifbakhuddin. 2011. Manipulasi Waktu Tinggal dan Tebal Media Filter Tempurung Kelapa Terhadap Penurunan BOD (Biochemical Oxygen Demand) Dan Tss (Total Suspended Solid) Air Limbah Rumah Tangga. Prosiding Seminar Nasional UNIMUS 2010. Hal 137 – 144.
Rahmawati, A. A. dan Azizah, R. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, Tss, dan Mpn Coliform pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan di RSUD Nganjuk. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2, No. 1, Juli 2005:97 – 110.
Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksgen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI, Jakarta. Oseana, Vol. XXX, No. 3, 2005: 21-26.
Simanjuntak, M. 2007. Kandungan Oksigen Terlarut pada Waktu Pasang dan Surut di Pe rairan Mamberamo, Papua (Dissolved oxygen content during low tide ang high tide in the Memberamo water, Papua). Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI, Jakarta. Torani, Vol. 17(4) Edisi Desember 2007: 52 – 63.
Siwiendrayanti, A., Mardiana, Budiono, I. 2008. Penurunan Kadar BOD5 Air Limbah Rumah Pemotongan Ayam (RPA) Pasar Rejomulyo Semarang pada Pengoperasian Trickling Filter dengan Berbagai Variasi Frekuensi Sirkulasi. KEMAS – Vol. 4/No.1/ Juli – Desember 2008. Hal 49 -59.
Smith, G. M. 2002. The Fresh Water Algae of The United State. Second Edition. Ml GrawHill Book Company Inc. New york, Toronto, London. Pp 265.
Susana, T. 2009. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut sebagai Indikator Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 5, No. 2, Desember 2009. Pp. 33 – 39.
Ulqodry, T. Z., Yulisman, Syahdan, M., dan Santoso, 2010. Karakteristik dan Sebaran Nitrat, Fosfat dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Sains, Vol. 13 No. 1(D): 35 – 41.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar