I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pencemaran merupakan
masuknya bahan – bahan yang bersifat tercemar oleh aktivitas manusia sehingga
mengganggu konsentrasi lingkungan di suatu sistem yang berada disuatu perairan
beserta kehidupan di dalamnya atau dengan kata lain tidak sesuai lagi dengan tujuan
pemanfaat suatu perairan tersebut.
Salah satu masalah
lingkungan hidup yang cukup penting untuk diperhatikan adalah tentang pencemaran
perairan. Sampai saat ini perhatian dan tindakan nyata terhadap pemecahan
masalah mengenai pencemaran perairan belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Sehingga perlu adanya kontrol untuk mengendalikan pencemaran perairan tersebut.
Salah satu hal yang dapat dilakukan ialah dengan menghitung berbagai parameter
penting perairan yang mengindikasikan suatu perairan tercemar atau tidak.
Peremeter penting tersebut seperti DO (Dissolved
Oxygen), TSS (Total Suspensed Solid)
dan BOD520 (Biochemical
Oxygen Demand). Hal ini menjadi riskan mengingat banyaknya proses yang
terjadi di dalam perairan yang melibatkan ketiga parameter tersebut sehingga
sangat penting untuk keberlanjutan suatu ekosistem yang nantinya berujung
terhadap kesejateraan manusia itu sendiri.
Oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen/DO) adalah jumlah oksigen yang ada dalam kolom air. Dalam
lingkungan perairan level oksigen terlarut dipengaruhi oleh temperatur,
salinitas, dan ketinggian. Oksigen terlarut (DO) sangat dipengaruhi oleh
aktivitas fotosintesis dan respirasi.
Dalam pengukuran DO
dilakukan dua metode yaitu metode titrasi dan metode elektrokimia dimana
kedua-duanya dapat menghitung jumlah DO di suatu perairan yang apabila nilai DO
kecil maka dapat dipastikan suatu perairan tersebut menjadi tercemar (Saeful,
2010).
TSS adalah jumlah berat
dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam limbah setelah mengalami
penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron (Marganof, 2007). Penentuan
zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui ke kuatan pencemaran air
limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air
(BAPPEDA, 1997 dalam Rahmawati dan
Azizah, 2005).
BOD5 merupakan
suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologis
yang benar - benar terjadi dalam air. Pemeriksaan BOD520
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk
mendesain sistem pengolahan secara biologis (Alerts dan Santika, 1987 dalam Rahmawati dan Azizah, 2005).
BOD5 diukur
dengan mengurangkan hasil dari DO awal dengan DO akhir sampel yang telah
diinkubasi selama 5 hari. Dari hasil tersebut dapat terlihat berapa besar
oksigen yang dipakai oleh mikroorganisme untuk melakukan penguraian.
Oleh karena itu,
praktikum pengukuran DO, BOD5, dan TSS sangat diperlukan untuk
melihat seberapa besar pencemaran yang terjadi pada suatu perairan.
B.
Tujuan
dan Manfaat
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengukur dan melihat secara langsung seberapa
besar pencemaran diperairan Asrama Dayung dengan mengukur kadar oksigen
terlarut (DO), Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD5) dan Total Padatan Tersuspensi
(TSS).
Manfaat dari praktikum ini yaitu untuk
menambah wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai Oksigen Terlarut (DO),
Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD5).
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
DO
(Dissolved Oxygen)
Oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen = DO)
dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik dalam proses aerobik (Salmin, 2005).
Dengan
bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena
proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak
digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis,
stadium dan aktifitasnya (Ulqodry, dkk.,
2010).
Parameter kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut (DO) menurut
(Schmitz, 1971 dalam Alfan, 2000) sebagai berikut :
Tabel 1. Tingkat Kualitas
Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen Terlarut
(mg/l)
|
Kategori Kualitas Lingkungan Perairan
|
> 8
6
4
2
< 2
|
Sangat baik
Baik
Kritis
Buruk
Sangat buruk
|
Perubahan
nilai konsentrasi oksigen yang berperan sebagai indikator kualitas perairan
dapat terjadi sebagai akibat berlimpahnya senyawa-senyawa kimia baik yang
bersifat polutan maupun bukan polutan. Limbah yang mengalir ke dalam perairan
laut pada umumnya kaya akan bahan organik, berasal dari bermacam sumber seperti
limbah rumah tangga, pengolahan makanan dan bermacam industri kimia lainnya
(Susana, 2009).
Selain
itu, oksigen juga menentukan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik
atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk
mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien
yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi
anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi
lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan
reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu
mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan
aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga
(Simanjuntak, 2007).
B.
TSS
(Total Suspensed Solid)
Total padatan
tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 μm) yang tertahan
pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur
dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan
tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air (Marganof, 2007).
Masuknya padatan
tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini
menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas
primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya
keseluruhan rantai makanan (Hasriyani dan Herman, 2010).
Menurut Canter dan Hill
(1981) dalam Vitner (2001), terdapat
hubungan antara indeks kualitas air dengan kandungan padatan tersuspensi.
Kandungan muatan padatan tersuspensi dan kategori air terlihat dalam Tabel 2
berikut.
Tabel
2. Konsentrasi padatan tersuspensi dan kategori kualitas lingkungan perairan
(Canter dan Hill, 1981 dalam Vitner, 2001).
Konsentrasi Padatan Tersuspensi (mg/l)
|
Kategori
Kualitas Lingkungan Perairan
|
< 4
|
Sangat Baik
|
4 – 10
|
Baik
|
10 – 15
|
Sedang
|
15 – 20
|
Kurang Baik
|
20 – 35
|
Tidak Baik
|
Penentuan total
padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan
serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun
menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi
kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan
bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan (Rahmawati dan Azizah,
2005).
Menurut Stone
dan Droppo (1994) dalam Packman
(2001), padatan tersuspensi mungkin bertindak sebagai mekanisme transportasi
utama untuk polutan dan nutrisi dalam aliran melalui flokulasi, adsorpsi, dan
tindakan koloid. Contoh efek pada ikan termasuk mengurangi pemijahan habitat,
membatasi kemampuan untuk menemukan makanan, peningkatan kerentanan terhadap predator
dan meningkatkan abrasi insang.
TSS dapat diukur secara langsung atau tidak
langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan menentukan konsentrasi TSS
umumnya dilakukan menyaring secara cepat sampel air. Air disaring kemudian
dikeringkan dan ditimbang mengikuti dua metode standar umum, yaitu American Public Health Association
(1998) dan American Society untuk
Pengujian dan Material (2000). Namun, kedua APHA dan standar ASTM metode
memakan waktu dan memerlukan sebagian besar volume suspensi terutama ketika
konsentrasi padatan tersuspensi rendah (Ginting dan Mamo, 2006; Daphne, et al., 2011).
C.
BOD5
(Biochemical Oxygen Demand)
BOD5 merupakan
merupakan salah satu indikator
pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi
mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik
akan distabilkan secara biologi dengan melibatkan mikroba melalui sistem
oksidasi aerobik dan anaerobik (Marganof, 2007).
Hal
ini disebabkan BOD5 dapat menggambarkan jumlah bahan organik yang
dapat diuraikan secara biologis, yaitu jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme untuk memecahkan atau mengoksidasi bahan-bahan organik
menjadi karbondioksida dan air. Nilai BOD5 yang tinggi menunjukkan
semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi menggunakan sejumlah oksigen
di perairan (Rahmawati dan Azizah, 2005).
Lee
et al. (1978) dalam Nurullita dan
Mifbakhuddin (2011) menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat
dinilai berdasarkan nilai BOD5-nya, seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Status
kualitas air berdasarkan nilai BOD520 (Lee et al., 1978 dalam Nurullita dan Mifbakhuddin
(2011))
No.
|
Nilai BOD520
(ppm)
|
Status
Kualitas Air
|
1.
|
≤ 2,9
|
Tidak Tercemar
|
2.
|
3,0 – 5,0
|
Tercemar
Ringan
|
3.
|
5,1 – 14,9
|
Tercemar
Sedang
|
4.
|
≥ 15
|
Tercemar Berat
|
Pemeriksaan parameter BOD5 didasarkan
pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses
tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk menguraikan zat
organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi
tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD5
berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol
dan setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 28 °C (Kale and
Mehrotra, 2009).
Pengukuran akurat dari BOD5 memerlukan
penentuan yang akurat DO. Permintaan biokimia oksigen mewakili jumlah oksigen dikonsumsi
oleh bakteri dan mikroorganisme lainnya sementara bakteri dan mikroorganisme
lainnya melakukan pembusukan bahan organik di bawah aerobik pada kondisi suhu
yang ditentukan (Delzer and McKenzie, 2005).
III.
METODE
PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum ini
dilakukan di dua tempat. Pengambilan sampel dilakukan di Teluk Kendari khusunya
di Asrama Dayung, pada hari Minggu, 10 Maret 2013 Pukul 10.21 Wita – selesai.
Analisis sampel
dilakukan di lakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada
hari Minggu, 10 Maret 2013, Pukul 10.30 Wita pengamatan
yang dilakukan yaitu pengamatan DO awal dan TSS dan pada hari Jum’at,
15 Maret 2013 Pukul 14.00 – 15.30 Wita pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan BOD5
B.
Alat
dan Bahan
Alat dan bahan yang
digunakan dalam praktikum pengukuran DO, TSS, dan BOD5 dapat
dilihat pada Tabel 4.
Table 4. Alat
dan Bahan yang Digunakan untuk Melakukan Pengukuran DO, TSS, dan. BOD5
No.
|
Alat dan Bahan
|
Satuan
|
Kegunaan
|
1.
|
Alat
|
|
|
|
-
Botol Sampel DO
-
Botol Sampel BOD5
-
Botol Sampel TSS
-
Pipet Volume
-
Gelas Ukur
-
Labu Erlenmeyer
-
Pipet Tetes
-
Alat Tulis Menulis
-
Tabung Reaksi
-
Buret
-
Cawan Petri
-
Lemari Pendingin
-
Oven
-
Desikator
|
Buah
Buah
Buah
ml
ml
ml
ml
Buah
ml
ml
ml
-
-
-
|
Menyimpan
sampel DO
Menyimpan
sampel BOD5
Menyimpan
Sampel TSS
Mengukur
volume larutan kimia
Mengukur
volume air sampel
Tempat
mentitrasi sampel
Meneteskan
larutan
Menulis hasil
pengamatan
Menyimpan
sampel
Tempat larutan
titrasi
Tempat
Penyaringan
Tempat
penyimpanan residu
Mengeringkan
kertas saring + residu
Menyimpan zat
supaya tetap kering
|
2.
|
Bahan
-
Larutan Mangan sulfat (MnSO4)
-
Natrium Acida
-
Larutan Asam Sulfat Pekat (H2SO4)
-
Larutan Kanji (Amilum)
-
Air Aquades
-
Larutan Natrium Teoulfat (Na2S2O3)
-
Kertas Label
-
Lakban
-
Kertas Saring
|
-
-
-
-
-
-
-
-
-
|
Mengikat
oksigen
Membentuk
endapan cokelat dan melepas sianida.
Melarutkan
endapan coklat dan indikator suasana asam
Sebagai
indikator
Membersihkan alat-alat
kimia
Sebagai
larutan titrasi
Memberi nama
pada sampel
Menutup botol
sampel BOD5
Menyaring
larutan TSS
|
C.
Prosedur
Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam
praktikum ini adalah:
1.
Oksigen Terlarut (DO)
Lapangan:
-
Mengambil
sampel air laut dengan cara menurunkan botol terang pelan-pelan secara vertikal
ke dalam permukaan air sampai seluruhnya berada di bawah permukaan air.
-
Membuka
tutup botol di dalam air. Setelah air terisi penuh, botol ditutup di dalam air
kemudian diangkat dari permukaan air.
-
Mengecek
isi botol tidak terdapat gelembung. Jika terdapat gelembung, pengambilan sampel
diulang kembali.
-
Memberi
label pada botol sampel DO
Laboratorium:
-
Menambahkan
2 ml larutan MnSO4 kemudian dikocok.
-
Menambahkan
2 ml larutan natrium acida, kemudian mengocok botol tersebut beberapa kali.
-
Membiarkan
gumpalan mengendap selama 10 menit.
-
Menambahkan
2 ml larutan H2SO4 pekat lalu dikocok agar homogen.
-
Menuangkan
50 ml larutan tersebut ke dalam labu erlenmeyer.
-
Menambahkan
1-2 tetes larutan kanji (Amilum) hingga larutan berwarna biru tua.
-
Melakukan
titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga larutan berwarna bening.
-
Mencatat
volume larutan Na2S2O3 yang digunakan dalam mentitrasi larutan.
2.
Total
Padatan Tersuspensi (TSS)
Lapangan
:
- Mengambil
sampel air kemudian memasukkannya ke dalam botol sampel didalam perairan
(syarat : volume botol sampel > 250 ml).
- Memberi label pada botol TSS.
Laboratorium
:
- Menyiapkan
gelas ukur 100 ml beserta corong dan kertas saring yang sudah diketahui
bobotnya.
- Mengambil
sampel air sebanyak 100 ml.
- Menyaring
air dengan menggunakan kertas saring dalam gelas ukur.
- Membiarkan
air tersaring dan meninggalkan endapan.
- Menyimpan
kertas saring dan cawan yang terisi sampel air, kemudian dikeringkan dalam oven.
- Menimbang
cawan dan kertas saring yang telah dikeringkan oven.
- Mencatat
hasil pengamatan.
3.
Biochemical
Oxygen Demand (BOD)
Lapangan:
-
Mengambil
sampel air sungai dengan cara menurunkan botol gelap pelan-pelan secara
vertikal ke dalam permukaan air sampai seluruhnya berada di bawah permukaan
air.
-
Membuka
tutup botol di dalam air. Setelah air terisi penuh, botol ditutup di dalam air
kemudian diangkat dari permukaan air lalu di rekatkan dengan lakban ke semua
bagian botol sampel.
-
Menginkubasi sampel air selama 5 hari.
Laboratorium:
-
Menambahkan
2 ml larutan MnSO4 kemudian dikocok.
-
Menambahkan
2 ml larutan natrium acida, kemudian mengocok botol tersebut beberapa kali dan membiarkan gumpalan
mengendap selama 10 menit.
-
Menambahkan
2 ml larutan H2SO4 pekat lalu dikocok agar homogen.
-
Menuangkan
50 ml larutan tersebut ke dalam labu erlenmeyer.
-
Menambahkan
1-2 tetes larutan kanji (Amilum) hingga larutan berwarna biru tua.
-
Melakukan
titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga larutan berwarna bening.
-
Mencatat
volume larutan Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi.
D. Analisis
Data
1.
Oksigen
Terlarut (DO)
DO
(mg/liter) = F1 x F2 x mili titran x 4
F1 = N tio
0,025
F2
= Vol. sample yang dititrasi x Vol.
botol sample
Vol. botol sample – 4
2.
Total
Padatan Tersuspensi (TSS)
TSS = A – B
x 1000
100
Keterangan :
A
= Berat kertas saring + sampel (residu)
B = Berat kertas
saring kososng
3.
Biochemical
Oxygen Demand (BOD)
BOD520
= DO awal – DO akhir
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Hasil
pengamatan dari DO, TSS dan BOD520 yang diukur dalam praktikum
dapat dilihat pada Tabel 5.
Table
5. Hasil Pengukuran DO, TSS dan BOD520.
No.
|
Parameter
|
Hasil
|
1.
2.
3.
|
Oksigen
Terlarut (DO)
Total
Padatan Tersuspensi (TSS)
Biochemical
Oxygen Demand (BOD)
|
7,38432
mg/l
0,843
mol/L
5,33312
mg/l
|
B.
Pembahasan
1.
Oksigen
Terlarut (DO)
Oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah
jumlah oksigen yang terlarut dalam air banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik.
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum
adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun
(toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung
kehidupan organisme (Swingle, 1968 dalam
Salmin, 2005).
Pada pengamatan yang
dilakukan didapatkan hasil DO dengan nilai 7,38432 mg/l. Hal ini
mengindikasikan DO di daerah tersebut memiliki kualitas air yang masih baik
serta belum terjadi pencemaran secara signifikan dengan demikian kandungan
oksigen terlarut masih mampu untuk mendukung kehidupan organisme
di daerah perairan tersebut. Ini dapat terlihat masih banyaknya aktivitas yang
dilakukan oleh organisme di daerah itu seperti aktivitas mencari makan maupun
proses rekruitmen ikan serta aktivitas fotosintesis masih dapat lakukan oleh
fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Hal ini sesuai pernyataan Smith (2002) yang
menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut terendah di dalam air terjadi pada
pagi hari, di mana proses respirasi oleh mikroorganisme telah mencapai
puncaknya. Berbeda pada siang hari, dengan intensitas cahaya matahari yang
mencapai maksimal sangat mendukung terjadinya proses fotosintesis oleh
organisme nabati. Sehingga persediaan oksigen juga melimpah.
Kandungan O2 terlarut yang baik untuk mendukung
kehidupan organisme adalah
lebih dari 6,5 mg/L.
Menurut Effendi (2003) bahwa kadar oksigen terlarut
kurang dari 4 mg/l mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan bagi hampir
semua organisme akuatik. Sumber oksigen terlarut bisa berasal dari difusi
oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh
tumbuhan air dan fitoplankton.
2.
Total
Padatan Tersuspensi (TSS)
Total padatan
tersuspensi (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi yang tidak larut dalam air.
Bahan-bahan ini baik organik maupun anorganik yang keberadaannya antara lain
berbentuk partikel dan tidak larut dalam air (Effendi,2003).
Pada pengamatan yang
dilakukan didapatkan hasil TSS dengan nilai 0,843 mol/L. Hal ini dapat terlihat
bahwa TSS didaerah tersebut masih rendah sehingga produktivitas primer dan
tingkat kecerahan perairan masih tinggi mengakibatkan laju fotosintesis masih
berjalan dengan baik dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas lingkungan
perairan masih sangat baik meskipun di daerah pantai banyak terdapat pembuangan
sampah massal masyarakat setempat maupun masyarakat yang lewat didaerah tersebut
tetapi belum seberapa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasriyani dan Herman
(2010) yang menyatakan bahwa masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan
dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju
fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang
pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Kandungan TSS
kurang dari 25 mg/l tidak berpengaruh buruk untuk kegiatan perikanan.
Hubungan
antara TSS dan DO sangat erat kaitannya karena apabila dalam suatu perairan
TSSnya agak keruh maka DO di daerah tersebut pasti akan kurang sehingga
menyulitkan bagi organisme khususnya ikan yang menjadi organisme mayoritas di
daerah tersebut untuk melakukan aktivitas seperti bernafas, sistem
osmoregulasi, mencari makan, memijah, dan aktivitas lainnya yang masih
berhubungan dengan hadirnya TSS da DO diperairan tersebut.
3.
Biologycal
Oxygen Demand (BOD)
BOD5 merupakan merupakan salah satu indikator pencemaran
organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi
mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik
akan distabilkan secara biologi dengan melibatkan mikroba melalui sistem
oksidasi aerobik dan anaerobik (Marganof, 2007).
Pada pengamatan yang dilakukan didapatkan BOD5
yaitu 5,3312 mg/l. Hal ini dapat memeperlihatkan tingkat pencemaran suatu
perairan masih dalam kategori tercemar sedang dimana penyebabnya ialah
pencemaran bahan organik di suatu perairan sehingga self furification belum terlaksana dengan baik serta jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan atau mengoksidasi
bahan-bahan organik menjadi karbondioksida dan air menjadi berkurang. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Huda, dkk.
(2012) yang menyatakan bahwa BOD5 merupakan salah satu
indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5
tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik.
Bahan organik akan distabilkan secara biologi dengan melibatkan mikroba melalui
sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan
penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah,
sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian
organisme akuatik menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat
dinilai berdasarkan nilai BOD5-nya.
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan dan analisis laboratorium, maka ditarik suatu kesimpulan
sebagai berikut:
1.
DO perairan Teluk Kendari khususnya di
Asrama Dayung yaitu 7,38432 mg/l sehingga masih dapat dikatakan memiliki
kualitas air yang masih baik.
2.
TSS perairan Teluk Kendari khususnya di
Asrama Dayung yaitu 0,843 mol/L sehingga dapat dikatakan kualitas lingkungan
perairannya masih sangat baik.
3.
BOD520 perairan
Teluk Kendari khususnya di Asrama Dayung yaitu 5,33312 mg/l sehingga dapat
dikatakan bahwa tingkat pencemarannya masih dalam kategori tercemar sedang
B.
Saran
Saran
yang ingin saya sampaikan pada praktek ini ialah kedepannya mahasiswa dapat mengambil
alih kegiatan praktikum sehingga mahasiswa dapat lebih mengetahui cara-cara
dalam melakukan seperti mentitrasi dan sebagainya sehingga asisten laboratium
hanya mengawasi jalannya kegiatan praktikum tersebut, adapun yang bisa
membahayakan keselamatan dapat diambil alih oleh asisten laboratorium.
DAFTAR
PUSTAKA
Daphne,
L. H. X., Utomo, H. D., Kenneth, L. Z. H. 2011. Correlation between Turbidity
and Total Suspended Solids in Singapore Rivers. Division of Civil Engineering,
School of Architecture and the Built Environment, Singapore Polytechnic.
Singpore. Journal of Water Sustainability, Volume 1, Issue 3, December 2011,
313–322.
Deelzer,
G. C. & McKenzie, S. W. 2005. Five - Day Biochemical Oxygen Demand. U.S
Geological Survey TWRI Book 9 Chapter A7.2. USA. pp 31.
Effendi, H. 2003.
Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Hal 32 - 45
Ginting,
D., & Mamo, M. 2006. Measuring Runoff-Suspended Solids using an Im-proved
Turbidometer Method. Journal of Environmental Quality, 35(3), 815.
Hasriyani
& Hermana, J. 2010. Studi Kinerja Boezem Morokrembangan pada Penurunan
Kandungan Total Solid dan Zat Organik sebagai Permanganate Value (PV).
Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh November (ITSN).
Surabaya. 18 hal.
Huda,
C., Salni, dan Melki. 2012. Penapisan Aktivitas Antibakteri dari Bakteri yang
Berasosiasi dengan Karang Sarcophyton sp.
Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA, Universitas Sriwijaya. Indralaya. Maspari
Journal, 2012, 4 (1): 69 – 76.
Kale,
M. M. & Mehrotra, I. 2009. Rapid Determination of Biochemical Oxygen Demand.
International
Journal of Civil and Environmental Engineering 1:1 2009. Pp 15 -22.
Marganof,
2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 39 – 47.
Mulyadi,
A., Siregar, S. H., Nurachmi, I. 2011. Distribusi Pencemaran di Perairan Muara
Sungai Riau, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol.5
No. 2. Universitas Riau:103 – 113.
Nurulita,
U dan Mifbakhuddin. 2011. Manipulasi Waktu Tinggal dan Tebal Media Filter Tempurung
Kelapa Terhadap Penurunan BOD (Biochemical
Oxygen Demand) Dan Tss (Total
Suspended Solid) Air Limbah Rumah Tangga. Prosiding Seminar Nasional UNIMUS
2010. Hal 137 – 144.
Rahmawati,
A. A. dan Azizah, R. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, Tss, dan Mpn Coliform pada
Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan di RSUD Nganjuk. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Vol. 2, No. 1, Juli 2005:97 – 110.
Salmin,
2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksgen Biologi (BOD) Sebagai Salah
Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Bidang Dinamika Laut, Pusat
Penelitian Oseanografi – LIPI, Jakarta. Oseana, Vol. XXX, No. 3, 2005: 21-26.
Simanjuntak,
M. 2007. Kandungan Oksigen Terlarut pada Waktu Pasang dan Surut di Pe rairan
Mamberamo, Papua (Dissolved oxygen
content during low tide ang high tide in the Memberamo water, Papua). Pusat
Penelitian Oseanografi – LIPI, Jakarta. Torani, Vol. 17(4) Edisi Desember 2007:
52 – 63.
Siwiendrayanti,
A., Mardiana, Budiono, I. 2008. Penurunan Kadar BOD5 Air Limbah
Rumah Pemotongan Ayam (RPA) Pasar Rejomulyo Semarang pada Pengoperasian Trickling Filter dengan Berbagai Variasi
Frekuensi Sirkulasi. KEMAS – Vol. 4/No.1/ Juli – Desember 2008. Hal 49 -59.
Smith, G. M. 2002. The Fresh Water Algae of The United
State. Second Edition. Ml GrawHill Book Company Inc. New york, Toronto, London.
Pp 265.
Susana,
T. 2009. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut sebagai Indikator Kualitas
Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI.
Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 5, No. 2, Desember 2009. Pp. 33 – 39.
Ulqodry,
T. Z., Yulisman, Syahdan, M., dan Santoso, 2010. Karakteristik dan Sebaran
Nitrat, Fosfat dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Jurnal
Penelitian Sains, Vol. 13 No. 1(D): 35 – 41.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar