Senin, 27 Februari 2012

INTERTIDAL BERLUMPUR

A.      Pengertian Intertidal Berlumpur (Muddy Intertidal)
Intertidal berlumpur (muddy intertidal) adalah suatu komponen  organik  yang mengandung lebih karakteristik flora dan fauna yang juga mengalami perubahan
sepanjang gradien
(Davey,1998). Pantai berlumpur merupakan pantai yang memiliki substrat yang sangat halus dengan diameter kurang dari 0.002 mm (Nybakken, 1992). Sedangkan  menurut Guarinil (1997)  intertidal berlumpur adalah sedimen butiran halus yang tidak stabil dan terus bergerak di sekitar dan Tidak ada tempat bagi organisme untuk melakukan penangkapan serta mempunyai banyak liang. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intertidal berlumpur adalah suatu komponen substrat yang sangat  halus organik yang  terusmengalami perubahan dan mempunyai flora dan fauna yang juga mengalami perubahan serta mempuyai banyak daerah liang.
B.       Lingkungan Fisik Intertidal Berlumpur
Intertidal atau Pantai berlumpur biasanya ditemukan daerah di teluk sebagian tertutup, laguna, pelabuhan, dan terutama di muara sungai (Blanchard, 1996). Tidak ada tindakan gelombang secara signifikan hadir sepanjang pantai berlumpur, dan biasanya ada sumber partikel sedimen halus (Harisson, 1995). Karena pantai berlumpur mengembangkan di mana gerakan air minimal, kemiringan substrat hampir sepenuhnya datar. Oleh karena itu, komunitas-komunitas ini sering disebut  "komunitas lumpur”.  Sebuah konsekuensi dari ukuran partikel halus dan sudut datar tinggi tingkat retensi air yaitu air diadakan dalam substrat (Kranenburg, 2002).
Pantai berlumpur cenderung menumpuk bahan organik, menciptakan
pasokan makanan besar
dengan daya potensial dan panjang retensi air interstisial ditambah dengan organik yang padat populasi bakteri dan mempromosikan infaunal
populasi padat dan menghasilkan retensi air
anaerobik pada kondisi substrat berlumpur (Mendeley, 2007).  Sedimen halus ini tetap basah lama setelah air pasang telah keluar. Pengeringan tidak masalah. Banyak organisme pemakan deposit dan sedimen. Organisme tersebut makan detritus (sebagian tanaman membusuk dan bahan hewani) yang berada di dalamnya. (Changyang, 2001).
Para dekomposisi bahan organik akan menggunakan banyak oksigen
.  Air tidak beredar turun melalui sedimen butir halus sehingga mengakibatkan jumlah oksigen berkurang (Flemming, 2002).  Struktur komunitas didaerah pantai berlumpur lebih dipengaruhi oleh factor tekanan dari lingkungan dibandingkan pengaruh dari pemangsaan. Eksploitasi yang dilakukan oleh manusia meningkatkan jumlah tekanan terhadap substrat dan memberikan pengaruh negative terhadap keanekaragaman spesies di daerah intertidal berlumpur (De Boer and Prins , 2002). Pembagian zonasi pada daerah pantai berlumpur masih sangat kurang yang telah dikaji.
Secara umum dapat dibagi menjadi:
1. Bagian atas atau supralitoral dihuni oleh berbagai jenis kepiting yang menggali   
    substrat. Zona ini juga dipengaruhi oleh pasang tertinggi dan paling sering  
    mengalami kekeringan.
2. Bagian bawah atau litoral. Bagian ini merupakan bagian yang terluas diantara
bagian ekosistem pantai berlumpur. Pada zona ini dihuni oleh tiram dan policaeta.
Pada dasarnya pembagian tersebut belum terlalu jelas batasannya. Hal ini dikarenakan organisme pada kedua tempat tersebut tidak menetap hanya pada zona tersebut tetapi juga dapat berpindah ke zona yang lain (Aliv, 2011).


C.       Ekosistem Intertidal Berlumpur
Hutan mangrove merupakan suatu komunitas pada pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2002). Ekosiste\m ini dapat ditemukan pada daerah estuaria atau muara sungai. Ada lima proses yang terjadi pada hutan mangrove yang menyebabkan pentingnya hutan mangrove pada daerah intertidal yang berlumpur (Lugo and Snedaker, 1974) yaitu:
1.        Produktifitas primer
2.        Membantu respirasi antara permukaan dan tanah
3.        Membantu respirasi lumpur
4.        Pertukaran dari mineral dan nutrient
5.        Perantara pengantar nutrient ke ekosistem yang lain.
Unit mangrove yang paling besar didunia ditemukan pada daerah Brasilia tepatnya pada daerah muara sungai Amazone. Ketinggian pohon pada daerah tersebut dapat mencapai 20 m (Lara, 2002).  Secara global suhu sangat mempengaruhi perkembangan struktural dan pertumbuhan hutan mangrove. Pertumbuhan mangrove akan berkurang secra linear seiring dengan bertambahnya lintang karena pengaruh penyinaran yang berdampak langsung terhadap suhu. Pada lintang 350U dan 380S hutan mangrove digantikan dengan rawa asin (Sherman R.E et al, 2003).
Pada daerah lintang tinggi dimana terdapat peralihan dari hutan mangrove ke rawa asin menyebabkan zonasi yang berbeda dengan yang ditemukan pada daerah tropis.

D.      Jenis Organisme Intetidal Berlumpur
Jenis organisme yang biasa berada di daerah intertidal berlumpur ialah bakteri, cacing, bivalvi, gastropoda, udang-udangan, kepiting terutama jenis kepiting rebab, kepiting petapa, kepiting sepatu kuda, Kebanyakan pemakan makanan deposit, tetapi beberapa misalnya, tiram yang sebagai pengumpan suspensi (Yusung, 1999). Alasan biota tersebut hidup di daerah intetidal berlumpur ialah sebagai berikut :
1.        Tidak ada tempat berlindung di permukaan. Oleh karena itu, kebanyakan hewan yang berada ditempat tersebut ialah biota infauna atau epifauna.
2.        Hewan tersebut harus mampu untuk mentolerir kondisi anaerobik,
atau mereka harus membawa air
ke permukaan diatasnya dengan melakukan DO ke liang mereka. Karena kebanyakan hewan tidak dapat bertahan hidup dalam kondisi anaerob, mereka biasanya telah membuat adaptasi di pantai berlumpur. Meskipun sebagian besar hewan ini tidak dapat bertahan dalam kondisi benar-benar anaerobik, mereka memiliki adaptasi yang mengizinkan mereka untuk eksis pada konsentrasi DO rendah, seperti oksigen pembawa molekul hemoglobin dalam darah mereka sehingga memiliki kemampuan untuk menggali cepat dan peningkatan berat badan tidak perlu dilakukan di pantai berlumpur, karena tidak ada aksi gelombang yang dilakukan (Sedgeo,2007).

a.        Bakteri
Organisme paling berlimpah dilumpur adalah bakteri yaitu bakteri heterotrofik, terutama bakteri belerang anaerobik yang makan makanan organik serta melakukan  proses reduksi sulfur
adapun Proses reduksi sulfur ialah sbagai berikut :
2 (CH2O) x (NH3) y (H3PO4) z + xSO4= → 2xHCO3- +
xH2S + yNH3 + 2zH3PO4
Bakteri autotrofik mencakup photoautotropi
k (warna ungu dan hijau) bakteri belerang dan chemoautotrophik (Putih) bakteri belerang yang mengkatalisis biologis oksidasi sulfida (Paterson, 1989).
b.        Bivalvi
Jenis bivalve yang berada di daerah intertidal berlumpur ialah kerang kotok (Polemysoda coaxan) (Jueg dan Zettler, 2004). Polymesoda coaxans (Bivalvia: Corbiculidae) dikenal sebagai kerang totok yang hidup di hutan mangrove. Kerang ini merupakan salah satu jenis kerang yang terdapat di perairan laut Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan (Hartati dkk., 2005). Kerang ini hidup dengan cara bersimbiosisi dengan lingkungan yang berlumpur. Menurut Sahirman (1997) kerang P. Coaxans adalah mollusca kawasan mangrove yang secara ekologi mempunyai nilai penting yang relatif rendah karena berkaitan dengan pola hidupnya yang soliter dan menyukai substrat yang berlumpur. Ukuran cangkangnya dapat mencapai 110 mm, bentuk lonjong bulat bagian posterior terpangkas pada induk dewasa dan tua, gigi engsel kuat, gigi cardinal tengah dan belakang pada cangkang kanan serta gigi cardinal tengah dan depan pada cangkang kiri bercabang, hidup di substrat berlumpur, amobil dan merupakan hewan makrobenthos yang menyaring makanan dengan sistim filter feeder. Bentuk adaptasi adalah mncakup adaptasi structural, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku. Adaptasi structural merupakan cara hdup untuk menyesuaikan dirinya dengan mengembangkan struktur tubuh atau alat-alat tubuh kearah yang lebh sesuai dengan keadaan lingkungan dan keperluan hidup.
Adaptasi fisiologi adalah cara makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara penyesaian proses-proses fisiologis dalam tubuhnya. Adaptasi tingkah laku adalah respon-respon hewan terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan tingkah laku.  
Organisme intertidal memilki kemampuan untuk beradaptasi dngan kondisi lingkungan yang dapat berubah secara signifikan (www.zonabawah.co.cc)  

c.         Kepiting rebab
Contoh jenis kepiting rebab adalah kepiting tari (dancing crab).  Ciri –ciri Kepiting rebab sebagai berikut :
·         tidak dapat hidup di air, namun  harus tinggal dekat air.
·         Pria memiliki satu cakar besar untuk menangkal penyusup dan untuk menarik pasangan.
·         Deposit pengumpan  dan makan lumpur, kumur-kumur dan meludah diluar apa yang dia tidak inginkan sedikit bola (Manzi dan Castagna, 1989).
d.        Kepiting petapa
Ciri-ciri kepiting petapa ialah sebagai berikut :
·         Tinggal di cangkang siput kosong. Ketika mereka tumbuh mereka harus mencari cangkang yang lebih besar.
·         Bagian terakhir ekor dimodifikasi untuk menghubungkan ke bentuk kerang.
·         Omnivora = pemakan hewan dan tumbuhan kecil (Larkum et al. 1989).

e.         Kepiting sepatu kuda
Ciri-ciri kepiting sepatu kuda:
·           Fosil tertua yang msih hidup (360 tahun yang lalu)
·           Bentuk tubuh bukan kepiting seutuhnya sebagian berbentuk laba-laba
·           Menggunakan ekor mereka sebagai kemudi dan menjadikan dirika dapat keluar dari cangkang serta berjalan
·           Insang buku-bukunya  juga berfungsi sebagai alat anak juvenilenya untuk berjalan (Dawes ,2004).





DAFTAR PUSTAKA
Aliv, Wiga. 2011. Zona Intertidali. www.alivwiga. blogspotcom. :    
        Jakarta.
Bengen. 2002. Studying the role of mud
        temperature on the hourly variation of the photosynthetic
       capacity of microphytobenthos in intertidal areas. C R Acad Sci Paris   
       Life Sci 319:1153-1158
Blanchard, G.F. 1996. Quantifying the short-term temperature effect on
        light-saturated photosynthesis of intertidal microphytobenthos.
        Mar Ecol Prog Ser 134:309-313
Changyang, Tae Soo. 2001. Sumber Daya Mineral ilmu geologi, Petroleum
        dan Divisi Sumber Daya Kelautan. Institut Korea PO Box 111 Yusung,
        Ilmu Town, Daejon 305-350, Korea Selatan.
Davey, K. 1998. A Photographic Guide to Seashore Life of Australia. p.8,     
        New Holland, Sydney.

Dawes, R.W. 2004.Vertical temperature gradients in muddy intertidal   
        sediments In the Forth estuary,Scotland. Limnol Oceanogr 32:954

De Boer, W.F and H.H.T. Prins. 2002. The Community Structure of a
        Tropical Intertidal Mudflats Under Human Exploitation. ICES Journal of
        Marine Science. Vol. 59. pp. 1237 – 1247.

Flemming, B, Burghard, W. 2002. Intertidal sedimen lumpur dari laut  
        wadden selatan laut utara. Lembaga Senckenberg, Departemen Kelautan
        Ilmu, Suedstrand 40, D-26382 Wilhelmshaven, Jerman

Guarini, J.M. 1996. Osynthetic Characteristics of Microphytobenthos in
        Marennes-Oleron Bay. France: preliminary results. J Exp Mar Biol Ecol
        182:1-14

Hartati, R.I Widowato, dan Y. Ristiadi. 2005. Histologi Gonad Kerang Totok
        (Polymesoda erosa) dari Laguna Segara Anakan Cilacap. Ilmu 
        Kelautan, Vol. 10 (3): 119-125


Harrison, S.J.1985. Heat exchanges in muddy intertidal sediments:
Chichester Harbour, West Sussex, England. Estuar Coast Shelf Sci  
20:477-490

Jueg, U. & Zettler, M.L. 2004. Die Mollusca en fauna der Elbe in
        Mecklenburg-Vorpommern mit Erstnachweis der Grobgerippten
        Körbchenmuschel Corbicula fluminea (O. F. Müller 1756). Mitteilungen
        der NGM 4(1):85-89.

Kranenburg. 2002. Nutrition and food limitation of deposit feeders, 1. The
        role of microbes in the growth of mud snails. J Mar Res 39:531

Lara, S. 2002. Organisme Intertidal. http://scribd.com/intertidal. Diakses pada
        4 Mei 2011 pukul 16.30 WIB.

Larkum et al. 1989. Short-term changes in the erodibility of~intertidal
        cohesive sediments related to the migratory behavior of epipelic diatoms.
        Limnol Oceanogr 34:223-234

Lugo, W.F and Snedaler, T. 1947. A note on bulkaerodynamic coeff~cients
        for sensible heat and molsture flux. Boundary-Layer Meteor01 6:333-
        339

Manzi and Castagna. 1989. Calculating potential and actual evaporation from
        a bare soil surface by simulation of concurrent flow of water and heat.
        Agrlc Meteor 17-453

Mendeley. 2007.  Distinction between sorttable sits aggregated particles
        muddy intertidal sediments.
        aggregated-particles-muddy-intertidal-sediments-east-frisian-wadden-
        sea-southern-north-sea-1/#: east Frisian wadden sea southern north sea.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.
        PT.Gramedia, Jakarta. Hal 205- 268.
Paterson, D.M. 1989. Short-term changes in the erodibility of intertidal
        cohesive sediments related to the migratorybehavior of epipelic diatoms.
        Limnol  Oceanogr 34:223-234



Sahirman, 1997. Keragaman dan Distribusi Mollusca di Kawasan Hutan
        Mangrove Nusa Karang Kobar Segara Anakan Kabupaten Cilacap,
        Skripsi. Fakultas Biologi.UNSOED, Purwokerto.

Sedimen Geologi 202. 2007. Penghalang Pasang Surut Cekungan
        www.elsevier.com  453-463 / cari / sedgeo//.html. 

Sherman, R.E. et al. 2003. Habitat Change in Estuarine : Predicting Broad-
        scale responses of intertidal macrofauna to sediment content. Marine
        Ecology Progress Series. Vol. 263. pp 101 – 112.

Yusung, E.G. 1999. The Ecology of Natural Disturbance and Patch
        Dinamics. Academic Press Inc, Florida p 3-4.

www.zonabawah.com

















 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar