Code
Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah
satu kesepakatan dalam konferensi Committee
on Fisheries (COFI) ke-28 FAO di Roma pada tanggal 31 Oktober 1995, yang
tercantum dalam resolusi Nomor: 4/1995 yang secara resmi mengadopsi dokumen Code of Conduct for Responsible Fisheries.
Dalam CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian kriteria bagi
teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
Ø Mempunyai selektifitas yang tinggi.
Ø Tidak merusak habitat
Ø Menghasilkan ikan yang berkualitas
tinggi
Ø Tidak membahayakan nelayan
Ø Produksi tidak membahayakan konsumen
Ø By-catch rendah
Ø Dampak ke biodiversty rendah
Ø Tidak membahayakan ikan-ikan yang
dilindungi
Ø Dapat diterima secara social
Enam (6) Topik yang
diatur dalam Tatalaksana CCRF adalah
1. Pengelolaan
Perikanan;
2. Operasi
Penangkapan;
3. Pengembangan
Akuakultur;
4. Integrasi
Perikanan ke Dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir;
5. Penanganan
Pasca Panen dan Perdagangan
6. Penelitian
Perikanan.
v Fishing Operations (Operasi
Penangkapan)
Dalam fishing operation
hal-hal yang perlu dilihat adalah sebagai berikut :
ü Penanganan
over fishing atau penangkapan ikan berlebih.
ü Pengaturan
sistem perizinan penangkapan.
ü Membangun
sistem Monitoring Controlling
Surveillance (MCS).
1).
Penanganan Over Fishing atau Penangkapan Berlebihan
Setiap
perusahaan yang melakukan penangkapan ikan dilaut, harus mempunyai izin yaitu
izin usaha Perikanan (IUP) dan Surat Penangkapan Ikan (SPI). Di samping itu
Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) bagi kapal perikanan asing, yang digunakan
oleh perusahaan perikanan Indonesia yang telah mempunyai IUP dan PPKA
(Persetujuan penggunaan Kapal Asing).
Syarat
dan tata cara pemberian IUP, SPI, PPKA, dan SIPI diatur dalam Bab II Pasal 4
yang berbunyi sebagai berikut : "IUP diberikan kepada Perusahaan Perikanan
apabila telah menyampaikan :
a.
Rencana Usaha.
b.
NPWP.
c. Akte Pendirian Perusahaan/koperasi.
d.
Izin lokasi dari Pemerintah
Daerah (bagi usaha pembudidayaan ikan)
e. Dokumen Teknis Kapal yang telah dimiliki.
f.
Penyajian informasi Lingkungan (PIL) atau Analisa Dampak Lingkungan
(AMDAL) bagi usaha pembudidayaan ikan sesuai peraturan
perundang-undangan
yang berlaku.
2).
Pengaturan Sistem Perizinan Penangkapan
Dalam
Surat Keputusan Menteri Pertanian No.607/KPTS/1976 tentang "Jalur-jalur
Penangkapan Ikan. Disini telah diatur lokasi penangkapan ikan yang diizinkan,
penggunaan kapal dan alat penangkap ikan yang dituangkan di dalam Surat Izin
Perikanan dan Surat Izin Kapal Perikanan.
Penataan
lingkungan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982. Salah satu
ketentuan Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH) tahun 1982 ini adalah pasal 7 :
Sistem perizinan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UULH 82. Ayat (1) pasal ini mengatakan
bahwa : "Setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara
kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan". Selanjutnya ayat (2) menetapkan :
"Kewajiban sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini "dicantumkan
dalam setiap izin" yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang".
Penjelasan ayat (2) pasal ini mengatakan bahwa : "Dengan adanya kewajiban
tersebut yang dijadikan salah satu syarat dalam pemberian izin, maka
penyelenggaraan bidang usaha senantiasa terikat guna melakukan tindakan
pelestarian kemampuan lingkungan hidup untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan". Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.1S Tahun
1984 tentang "Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI) dalam Bab IV Pasal 7 mengenai Perizinan yaitu :
Orang atau badan hukum yang melakukan penangkapan ikan di ZEEI harus terlebih
dahulu memperoleh izin dari Pemerintah Indohesia.
3).
Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS)
Semakin
meningkatnya armada perikanan nasional ditambah kehadiran kapal-kapal ikan
asing tentu saja menuntut diperkuatnya sistem pengawasan perikanan dalam rangka
pengelolaan perikanan laut. Selama 3 tahun terakhir dalam rangka memperkuat
fungsi Monitoring Control and
Surveillance (MCS) telah terdidik tenaga-tenaga lapangan dalam bentuk PPNS
dan WASDI. Sejalan dengan itu sarana pengawasan mulai dilengkapi dengan
dibangunnya kapal patroli yang telah disebarkan ke beberapa daerah untuk
mengawasi beberapa perairan Indonesia yang menjadi prioritas. Selanjutnya
kapal-kapal ikan baik milik asing maupun nasional mulai diharuskan untuk
memasang alat monitoring Vessel
Monitoring System (VMS) sebagai upaya untuk mengefisienkan pengawasan.
VMS
(Vessel Monitoring System) Sistem
Pemantauan Kapal Perikanan merupakan salah satu bentuk sistem yang digunakan
untuk pengawasan dan pengendalian di bidang penangkapan dan/atau pengangkutan
ikan, dengan menggunakan satelit dan peralatan transmitter yang ditempatkan
pada kapal perikanan guna mempermudah pengawasan dan pengendalian terhadap
kegiatan atau aktifitas kapal ikan berdasarkan posisi kapal yang terpantau di
monitor Vessel Monitoring System di Pusat Pemantauan Kapal Perikanan (Fisheries
Monitoring Center) di Jakarta atau di daerah Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pengawasan.
Sesuai
ketentuan dalam pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, maka setiap kapal
perikanan penangkap maupun pengangkut diwajibkan untuk memasang 19 transmitter
VMS (Vessel Monitoring System),
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Peraturan
Menteri Nomor 5 tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap dan Peraturan
Menteri Nomor 5 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal
Perikanan, yang mengamanatkan kewajiban kapal perikanan untuk memasang
transmitter VMS (Vessel Monitoring System).
Selain penggunaan teknologi
informasi dalam bentik VMS, pada MCS ada juga Computerezed Data Base (CDB). CDB
merupakan alat komunikasi yang dilengkapi dengan komputer sehingga dapat
mengirimkan data-data hasil penangkapan ikan di pelabuhan-pelabuhan dan
informasi lainnya. CDB diprogramkan untuk ditempatkan pada pelabuhan-pelabuhan
perikanan tipe pelabuhan perikanan samudra, pelabuhan perikanan nusantara, dan
pelabuhan perikanan pantai secara selektif. Sistem ini setidaknya telah berada
di lebih lima belas pelabuhan di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Fandy,
2010. Teknologi Informasi untuk Kelautan. http://ffaannn.blogspot.com. Di akses
tanggal 7 mei 2012.
Mukhtar,
2012. Kepala Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kendari,
Pengawas Perikanan Muda Bidang Penangkapan Ikan, PPNS Perikanan
Pandai
K., 2011. Efektivitas Perajinan Usaha Perikanan dalam Melindugi Sumberdaya
Laut. Fakultas Ekonomi. Universitas Sumatera Utara.